Korosi yang terjadi di struktur bangunan dermaga |
1. Beton Bertulang
Menurut Praktiko 12, baja tulangan mempunyai kuat tarik tinggi dan koefisien pemuaian yang
hampir sama dengan beton. Beton mempunyai koefisien pemuaian antara 0,000010
s.d 0,000013 per derajat celsius, sedangkan baja 0,000012 per derajat celsius.
Maka dari itu, baja dapat digunakan sebagai tulangan pada bagian beton yang
menerima gaya tarik.
Baja tulangan di dalam beton dapat
memberikan gaya tarik menjadi lebih kuat, namun disisi lain baja tulangan dapat
mengalami degradasi atau disebut juga korosi. Baja tulangan di dalam
beton hakikatnya tahan terhadap korosi, karena sifat alkali dari beton (pH-nya
sekitar 12–13). Namun jika sifat alkali dari beton menurun (pH < 12), maka baja di dalam beton
akan terkorosi yang dapat menyebabkan struktur beton bertulang mengalami
kegagalan (Broomfield 1).
2. Mekanisme Korosi Beton
Bertulang
Selain karbonisasi dan instrusi ion-ion khlorida,
terdapat faktor lain yang berpengaruh terhadap peningkatan atau penurunan terjadinya korosi,
seperti faktor yang berhubungan dengan tulangan baja di dalam beton, faktor
yang berhubungan dengan lingkungan sekitar beton, faktor yang
berhubungan dengan retakan beton, faktor yang berhubungan dengan selimut beton dan faktor yang
berhubungan dengan material pengisi beton. Faktor ini lebih cenderung untuk
mempengaruhi potensial laju korosi (Niken
Swastika 3, Aredondo-Rea dkk 4, Henki.W dkk 5,
Luca Bartolini dkk 6).
Pada permukaan baja tulangan terdapat
lapisan pasif baja yang tipis. Lapisan tipis ini berguna untuk melindungi baja
dari korosi. Lapisan pasif akan bereaksi dengan larutan asam atau akan larut
dalam kondisi asam yang terjadi pada lingkungan akibat larutan air dan garam.
Karena beton bersifat alkali, yaitu basa dengan pH sekitar 12 – 13,
maka baja tulangan di dalam beton masih
aman terhadap pengaruh korosi (Broomfield
1).
Secara
makro, beton terlihat sebagai material yang kuat dan masif, tetapi jika dilihat
secara mikro, beton adalah material yang berpori
dengan diameter yang kecil. Pori tersebut biasanya terisi udara (air void) atau berisi air (water filled space) yang saling
berhubungan dan disebut dengan kapiler beton. Kapiler beton akan tetap ada
walaupun air di dalam beton telah menguap, sehingga hal tersebut akan
mengurangi kepadatan beton yang dihasilkan. Pori kapiler memiliki ukuran
diameter 3nm s.d 2μm. (Agus 10).
Menurut Agus 10, ukuran diameter pori-pori kapiler tersebut menyebabkan
senyawa-senyawa disekitar beton berinfiltrasi ke dalam beton dengan cara
berdifusi. Proses tersebut terjadi karena ada perbedaan konsentrasi di dalam
beton dan di luar beton. Struktur beton dilingkungan pantai
atau laut akan terkonsentrasi dengan ion Cl– dari
lingkungan sekitar beton yang mempunyai konsentrasi lebih tinggi. Ion dari
senyawa-senyawa yang bersifat asam, seperti ion Cl− pada
daerah pantai
atau laut, yang berdifusi
ke dalam beton sampai ke permukaan baja tulangan dapat mengakibatkan lapisan
pasif baja tulangan hilang. Permukaan baja tulangan yang lapisan pasifnya
hilang menjadi anoda dari reaksi korosi.
Proses korosi pada baja tulangan dalam
beton diawali dengan penetrasi oleh ion atau zat-zat yang bersifat korosif,
yang menyebabkan penurunan pH dan berakibat rusaknya lapisan pasif, serta
pembentukan daerah anoda dan katoda pada permukaan tulangan. Pada daerah anoda
akan terjadi reaksi oksidasi dari baja tulangan. Elektron dari anoda pada
tulangan akan disuplai melalui air dalam pori beton ke katoda, yang dikenal
sebagai reaksi anodik.
Persamaan reaksi
tersebut dapat dituliskan sebagai berikut
(Broomfield 1) :
Reaksi Anodik :
Fe --> Fe2+
+ 2e- (1.1)
Dua
elektron yang disuplai oleh anoda harus dikonsumsi oleh daerah permukaan
tulangan baja. Daerah yang mengkonsumsi elektron tersebut disebut daerah
katoda. Reaksi pada katoda dapat ditulis sebagai berikut:
Dengan bantuan air dan oksigen pada
anoda terjadi pengkonsumsian elektron dan menghasilkan ion hydroksil. Reaksi
pada anoda dan katoda adalah suatu langkah awal terciptanya korosi pada
tulangan baja dalam beton, tetapi kita belum bisa melihat terbentuknya karat.
Perlu beberapa tahapan reaksi lagi untuk menghasilkan karat dan dapat terjadi
dengan berbagai cara.
Secara umum pembentukan karat pada baja
tulangan setelah lapisan pasif pecah atau rusak terjadi sebagai berikut :
Fe2+
+ 2OH --> Fe (OH)2 (1.3)
4Fe (OH)2 + O2 + 2H2O --> 4Fe (OH)2 (1.4)
4Fe (OH)2 + O2 + 2H2O --> 4Fe (OH)2 (1.4)
2Fe
(OH)2 --> Fe2 O3 . H2O + 2H2O (1.5)
2.2.1 Perusakan lapisan pasif hingga pembentukan
karat
Rusaknya lapisan pasif akan menyebabkan
korosi pada tulangan baja dalam beton (Broomfield 1). Perusakan lapisan pasif berarti
hilangnya kepasifan tulangan baja dalam beton dan lapisan ini tidak selamanya
dapat dijaga dikarenakan penetrasi oleh ion klorida dan proses karbonasi oleh
karbon dioksida. Beton yang selama ini dikenal sebagai material yang “tahan
karat”, sebenarnya bisa juga mengalami korosi sebagaimana yang terjadi pada
struktur logam berupa baja. Korosi yang dimaksud di sini adalah kerusakan
material beton tersebut akibat proses kimia yang terjadi di dalamnya. Tentu
saja bentuk korosi beton ini tidak sama dengan korosi yang terjadi pada baja.
Pada korosi beton, kerusakan terjadi
pada baja tulangan di dalam beton. Hal ini disebabkan karena tulangan di dalam
beton bereaksi dengan lingkungan korosif dan membentuk karat. Karat yang
terbentuk pada tulangan ini mengakibatkan pengembangan volume baja tulangan
tersebut. Pengembangan volume ini kemudian mendesak beton sehingga beton
tersebut terkelupas atau pecah. Terjadinya karat ini disebabkan adanya reaksi
antara unsur baja (Fe) di dalam tulangan dengan unsur hidroksi (OH-)
dari air.
Berikut dijelaskan proses korosi dan mekanisme korosi karena penetrasi oleh
ion khlorida dan proses karbonasi oleh CO2 (Broomfield 1).
2.2.1.1 Perusakan lapisan pasif karena penetrasi oleh ion khlorida
2.2.1.1 Perusakan lapisan pasif karena penetrasi oleh ion khlorida
Proses ini diawali dengan berdifusinya
ion Cl- yang ada dialam dari berbagai lingkungan ke dalam
beton. Keberadan ion Cl- dalam beton dapat disebabkan oleh
penggunaan air yang asin, agregat yang terkontaminasi dan dapat juga karena
difusi dari luar, seperti air laut dan bahan kimia (Broomfield 1).
Kehadiran
ion Cl- membuat ikatan kimia pada lapisan pasif lepas dan bereaksi
dengan Cl- membentuk klorida komplek. Hal ini menyebabkan pH dalam
beton menurun dari keadaan normal (pH 12,5), menjadi 11 atau dibawahnya. Pada
proses ini ion khlorida tidak terkonsumsi, melainkan
hanya menjadi katalis, yang membantu merusak lapisan pasif (Broomfield 1).
Reaksi kimia yang berlangsung adalah :
2Cl- + Fe2O3 --> FeCl2 + FeO3 (2.1)
FeCl2 --> Fe2+ + 2Cl- + 2e (2.2)
2.2.1.2 Mekanisme
korosi tulangan baja karena penetrasi oleh ion khlorida
Proses korosi diawali dengan perusakan
lapisan pasif. Setelah lapisan pasif rusak reaksi korosi dapat berlangsung
dengan dua cara, yaitu :
a.
Dengan adanya oksigen
- Pada anoda akan terjadi oksidasi tulangan baja (Broomfield 1) :
- Fe --> Fe2+ + 2e-
(3.1)
Reaksi
ini menghasilkan ion Fe2+ + elektron. Ion Fe2+ akan
dilepas ke dalam elektrolit dan elektron dari anoda akan disuplai ke
katoda.
- Pada
daerah katoda terjadi reaksi yang mengkonsumsi elektron dengan bantuan air dan
oksigen sehingga
menghasilkan ion hidroksil (Broomfield 1).
Reaksinya adalah :
2e- + H2O + ½ O2 --> 2OH- (3.2)
Selanjutnya ion Fe2+ akan
bereaksi dengan ion hidroksil (2OH-) dan menghasilkan ferrous
hidroksil (Fe (OH)2 ). Reaksinya adalah :
Fe2+ + 2OH --> Fe (OH)2 (3.3)
4
Fe (OH)2 + 2H2O + O2 --> 4Fe (OH)3 (3.4)
Setengah dari 4Fe (OH)3 beroksidasi membentuk karat dan air.
2Fe(OH)3 --> Fe2O3 + 3H2O (3.5)
b.
Dengan adanya klorida
Pada
anoda, oksida tulangan baja akan bereaksi dengan ion klorida yang menghasilkan
tulangan baja komplek (FeCl4). Tulangan baja komplek ini selanjutnya
akan bereaksi dengan air dan membentuk tulangan baja hidroksida (Broomfield 1). Reaksinya
adalah :
Fe2+ + 4Cl- --> FeCl4 + 2e- (4.1)
FeCl + 2H2O --> Fe (OH)2 +
2H+ + 4Cl- (4.2)
Ion
klorida komplek akan bereaksi dengan kalsium hidroksida
FeCl4 + CaOH2 --> Fe (OH)2 + CaCl2 2Cl- (4.3)
Pada daerah katoda, ion hidrogen akan
bereaksi dengan elektron guna membentuk ion hidrogen. Reaksinya :
2H+ + 2e- --> H2 (4.4)
2.2.1.3 Perusakan
lapisan pasif karena proses karbonasi oleh CO2
Proses karbonasi dapat berlangsung pada
bangunan tua, struktur yang dibangun dengan kurang baik dan struktur yang
dibangun dengan menggunakan batu-batuan dalam betonnya. Perusakan lapisan pasif
oleh CO2 melalui proses karbonasi terjadi dengan pengaruh siklus
kering dan basah. Pada saat permukaan beton kering, CO2 menempel
pada permukaan beton, dengan bantuan titik air, CO2 akan berdifusi
kedalam sehingga mencapai permukaan tulangan baja (Broomfield 1).
Selama proses difusi berlangsung, CO2
akan bereaksi dengan air guna membentuk asam karbonat (H2CO3).
Asam inilah yang nantinya akan bereaksi dengan lapisan pasif, yang berupa
kalsium hidroksid (Ca(OH)2) dan menghasilkan kalsium karbonat (CaCO3).
Proses ini menurunkan pH secara drastis sampai pada tingkat dimana tulangan
baja akan terkorosi. Biasanya dengan proses karbonasi pH turun dari kondisi
normal 12,5 sampai ke 8,5 (Broomfield
1).
2.2.1.4
Mekanisme korosi karena proses karbonasi
oleh CO2
Mekanisme korosi karena proses karbonasi oleh CO2
tidak jauh berbeda dengan korosi yang
disebabkan oleh ion klorida. Proses karbonasi berperan merusak lapisan pasif (Broomfield 1). Reaksi
korosinya terjadi dengan bantuan oksigen dan air.
a.
Pada anoda akan terjadi oksidasi tulangan baja (Broomfield 1)
Fe --> Fe2+ + 2e- (5.1)
Fe --> Fe2+ + 2e- (5.1)
Reaksi
ini menghasilkan ion Fe2+ + 2 elektron. Ion Fe2+ akan
dilepas kedalam elektrolit dan elektron dari anoda akan disuplai ke katoda.
b.
Pada daerah katoda akan terjadi reaksi yang mengkonsumsi
elektron dengan bantuan air dan oksigen, sehingga menghasilkan ion hidroksil [Broomfield 1]. Reaksinya adalah :
2e- + H2O + ½ O2 --> 2OH- (5.2)
Selanjutnya ion Fe2+ akan
bereaksi dengan ion hidroksil (2OH-) dan menghasilkan ferrous
hidroksil (Fe (OH)2 ) [18]. Reaksinya :
Fe2+ + 2OH --> Fe (OH)2 (5.3)
Fe2+ + 2OH --> Fe (OH)2 (5.3)
4
Fe (OH)2 + 2H2O + O2 --> 4Fe (OH)3 (5.4)
Setengah dari 4Fe (OH)3 beroksidasi membentuk karat dan air
2Fe(OH)3 --> Fe2O3 + 3H2O (5.5)
Pada
Gambar 1.3 dapat kita lihat bagaimana terjadinya mekanisme korosi baja tulangan
yang diakibatkan penetrasi ion khlorida dan karbonisasi oleh CO2.
Gambar 1.1 Mekanisme korosi baja tulangan
|
Kerugian Akibat Korosi
Infrastruktur seperti pelabuhan
(coastal berthing), bendungan air pasang (tidal barriers),
pemecah gelombang (breakwaters)
dan jembatan (bridge) sangat rentan terhadap korosi. Apabila
infrastruktur tersebut mengalami kegagalan dan rusak, maka akan menyebabkan
kerugian baik materil maupun korban jiwa. Kerugian
akibat proses korosi mencapai hingga 80 persen dari biaya perawatan yang dibutuhkan. Korosi juga menjadi salah
satu penyebab utama kecelakaan pada dunia kerja (Scully 8).
Setiap tahun tiap negara memiliki angka
kerugian yang disebabkan oleh infrastruktur yang terkorosi. Kerugian tiap
negara disebabkan korosi mencapai 3 sampai 5 persen dari gross domestic
product (GDP). Negara dikawasan tropis seperti Indonesia paling banyak
menderita kerugian akibat korosi. Namun sangat disayangkan, sampai saat ini
Indonesia belum mempunyai data yang konkret tentang besarnya kerugian akibat
korosi (Bambang 9).
INDOCOR
sebagai Asosiasi Korosi Indonesia (AKI), telah menjalin kerjasama dengan PT.
Surveyor Indonesia untuk mengadakan survey korosi nasional mendata kerugian
materi yang diakibatkan oleh korosi di Indonesia. Kerjasama ini telah
dituangkan dalam suatu nota kesepahaman atau MoU pada tanggal 24 Februari 2005 di Hotel Bidakara Jakarta,
tetapi sangat disayangkan rencana tersebut sampai saat ini belum terlaksana
diakibatkan kurangnya perhatian dari Pemerintah Indonesia terhadap masalah
kerugian korosi. Indonesia setiap tahunnya mengalami kerugian diperkirakan
sekitar Rp. 20 triliun, yang disebabkan korosi. Angka ini setara dengan 2% - 5% dari total gross domestic product
(GDP) dari sejumlah industri yang ada (Bambang 16).
Gambar 1.1
menunjukkan proses terjadinya korosi baja tulangan dalam beton pada struktur
dilingkungan laut (marine structure).
Sedangkan pada Gambar 2.2 dapat dilihat
bagaimana infrastrukur wahana bermain berupa seluncur berbentuk spiral
di Jaya Ancol, Jakarta, runtuh diakibatkan faktor korosi (Anonim, www.vivanews.com 2).
Gambar 1.2 Korosi Beton Bertulang
|
Gambar 1.3 Rubuhnya Seluncur Atlantis di Ancol
|
reference :
- Broomfield, J.P., 2ndEdition, 2007, “Corrosion
of Steel in Concret – Understanding Investigation and Repair”, London and
New York, Penerbit Taylor & Francis.
- Anonim, 2011, “Seluncur Atlantis Runtuh Karena Korosi”,
available at : http://vivanews.com/, accssed September 2011.
- Niken Swastika, 2010, “Analisis Ketahanan Beton Geopolimer Berbahan Abu Terbang dan Berbahan Metakolin Terhadap Paparan Air Laut ASTM”, Tesis, Fakultas Teknik, Departemen Teknik Metalurgi dan Material, Universitas Indonesia, Depok.
- S.P. Arredondo-Rea, R. Corral-Higuera, J.M. Gómez-Soberón, J.H. Castorena-González, V. Orozco-Carmona, J.L. Almaral-Sánchez, 2012, “Carbonation Rate and Reinforcing Steel Corrosion of Concretes with Recycled Concrete Aggregates and Supplementary Cementing Materials”, International Journal of Electrochemical Science, Vol. 7, 1602 – 1610, , available at : www.electrochemisci.org, accssed June 2012.
- Henki W Ashadi, Sulistyoweni W, Irma Gusniani, Agustus 2002, “Pengaruh Unsur-Unsur Kimia Korosif Terhadap Laju Korosi Tulangan Beton : II. Didalam Lumpur Rawa”, Makara Teknologi, Vol. 6, No. 2, Jurnal Ilmiah, Teknik Sipil, Universitas Indonesia, Depok.
- Luca Bertolini, Bernhard Elsener, Pietro Pedeferri, Rob Polder, 2004, “Corrosion of Steel Concrete – Prevention, Diagnosis, Repair”, WILEY-VCH Verlag GmbH & Co. KGaA, Weinheim, Germany.
- Agus Hernandar, 2008 “Korosi Pada Beton Bertulang”, available at: http://aguzher.wordpress.com/, accssed September 2011.
- Scully, J.C., 1983, “The Fundamentals of Corrosion”, Penerbit Pergamon Press, Oxford.
- Bambang Widyanto, 2008, “Permasalahan Korosi dan Permasalahannya di Indostri Perminyakan di Indonesia”, Komunitas Migas Indonesia, INDOCOR, Indonesia.
- Agus Santoso Sudjono, 2005, “Prediksi Waktu Layan Bangunan Beton Terhadap Kerusakan Akibat Korosi Baja Tulangan”, Jurnal Teknik Sipil, Vol. 7, Universitas Kristen Patra, Surabaya.
0 komentar:
Post a Comment