Showing posts with label Petroleum. Show all posts
Showing posts with label Petroleum. Show all posts

Saturday, February 20, 2010

Pangkalan Brandan, Sumur Perintis Berusia 125 Tahun

Kilang Pangkalan Brandan tinggal kenangan

Lapangan minyak Pangkalan Brandan tinggal kenangan. Setelah 125 tahun 'diperah', Pangkalan Brandan kini tak lagi menyisakan minyak dan gas dan akan ditutup oleh Pertamina. Inilah sekelumit kisah tentang Pangkalan Brandan. Kisah heroik pejuang Aceh dan muhibah utusan Sriwijaya merupakan kisah tentang awal mula diketahui adanya minyak bumi di Indonesia. Namun sumur tidak ditemukan di Aceh, tapi justru di Sumatera Utara (Sumut), persisnya di Desa Telaga Said, Kecamatan Sei Lepan, Kabupaten Langkat, sekitar 110 kilometer barat laut Medan, ibukota Sumatera Utara. Penemu sumur minyak pertama ini adalah seorang warga Belanda bernama Aeliko Janszoon Zijlker, yang merupakan ahli perkebunan tembakau pada Deli Tobacco Maatschappij, perusahaan perkebunan yang ada di daerah ini pada masa itu. Penemuan itu sendiri merupakan buah perjalanan waktu dan ketabahan yang mengagumkan.


Prosesnya dimulai setelah Zijlker mengetahui adanya kemungkinan kandungan minyak di daerah tersebut. Ia pun menghubungi sejumlah rekannya di Belanda untuk mengumpulkan dana guna melakukan eksplorasi minyak di Langkat. Begitu dana diperoleh, perizinan pun diurus. Persetujuan konsesi dari Sultan Langkat masa itu, Sultan Musa, diperoleh pada 8 Agustus 1883. Tak membuang waktu lebih lama, eksplorasi pertama pun segera dilakukan Zijlker. Namun bukan di tempat sumur minyak pertama itu, melainkan di daerah yang belakangan disebut sebagai sumur Telaga Tiga.


Namun minyak mentah yang diperoleh kurang menggembirakan. Dan pada 17 November 1884, setelah pengeboran berlangsung sekitar dua bulan, minyak yang diperoleh hanya sekitar 200 liter. Semburan gas yang cukup tinggi dari sumur Telaga Tiga, membuyarkan harapan untuk mendapatkan minyak yang banyak. Namun Zijlker dan kawan-kawan tidak berhenti sampai di situ. Mereka kemudian mengalihkan kegiatannya ke daerah konsesinya yang berada di sebelah timur. Untungnya memang konsesi yang diberikan Sultan Musa cukup luas, mencakup wilayah pesisir Sei Lepan, Bukit Sentang sampai ke Bukit Tinggi, Pangkalan Brandan, sehingga bisa mencari lebih banyak titik pengeboran.


Pilihan kedua jatuh ke Desa Telaga Said. Di lokasi kedua ini, pengeboran mengalami sedikit kesulitan karena struktur tanah lebih keras jika dibandingkan dengan struktur tanah di Telaga Tiga. Usaha memupus rintangan struktur tanah yang keras itu, akhirnya membuahkan hasil. Saat pengeboran mencapai kedalaman 22 meter, berhasil diperoleh minyak sebanyak 1.710 liter dalam waktu 48 jam kerja. Saat mata bor menyentuh kedalaman 31 meter, minyak yang dihasilkan sudah mencapai 86.402 liter. Jumlah itu terus bertambah hingga pada 15 Juni 1885, ketika pengeboran mencapai kedalaman 121 meter, tiba-tiba muncul semburan kuat gas dari dalam berikut mintak mentah dan material lainnya dari perut bumi. Sumur itu kemudian dinamakan Telaga Tunggal I.


Penemuan sumur minyak pertama di Nusantara ini berjarak sekitar 26 tahun dari penemuan sumur minyak komersial pertama di dunia pada 27 Agustus 1859 di Titusville, negara bagian Pennsylvania, yang diprakarsai Edwin L. Drake dan William Smith dari Seneca Oil Company. Zijlker memang bukan orang pertama yang melakukan pengeboran minyak di Indonesia. Bahkan pada saat yang hampir bersamaan dengan Zijlker, seorang Belanda lainnya Kolonel Drake, juga tengah melakukan pencarian ladang minyak di Pulau Jawa, namun Zijlker mendahuluinya. Semburan minyak dari Sumur Telaga I jadi momentum pertama keberhasilan penambangan minyak di Indonesia. Nama Aeliko Janszoon Zijlker pun tercatat dalam Sejarah Pertambangan dan Industri Perminyakan Indonesia, sebagai penemu sumur minyak pertama dalam sejarah perminyakan di Indonesia yang telah berberusia 122 tahun hingga saat ini.


Telaga Tunggal I itu sendiri akhirnya akhirnya berhenti operasi pada tahun 1934 setelah habis minyaknya disedot pemerintah Belanda yang mengelola ladang minyak ini melalui perusahaan Bataafsche Petroleum Matschappij (BPM). Ketika ditinggalkan pada tahun 1934, jutaan barel minyak sudah berhasil dikeluarkan dari bumi Langkat melalui Sumur Telaga Tunggal. Beberapa sumur lainnya juga ditemukan di sekitar areal Telaga Tunggal I, namun juga sudah ditinggalkan sejak lama. Setidaknya ada empat bekas sumur minyak di sekitar itu. Lokasinya juga tidak tidak bergitu berhjauhan, hanya dipisahkan sebuah bukit. Tetapi setelah 119 tahun, sejak pemboran pertamanya, sumur itu ternyata tidak benar-benar kering. Beberapa tahun belakangan, minyak menetes dari pompa minyak yang terdapat di situ. Tetesan minyak dari sumur-sumur di kawasan itu masih ada sampai sekarang. Sementara di beberapa sudut, minyak juga merembes, membasahi daun-daun kering dan rumput di sekitarnya. Tetesan minyak ini bukannya tidak berguna. Warga sekitar yang mengumpulkannya dalam drum, lantas dijual kepada kilang minyak Pertamina di Pangkalan Brandan untuk diolah menjadi BBM.



Pertamina DOH NAD Area Operasi Pangkalan Brandan yang mengelola areal sejarah ini, memang mempunyai kebijakan untuk memberdayakan masyarakat untuk mengumpulkan sisa-sia minyak dari sumur. Selain untuk menjaga agar tidak terjadi pencemaran, juga untuk memberdayakan ekonomi masyarakat. Uang yang diperoleh dari penjualan minyak itu selanjutnya menjadi kas LKMD warga. Membicarakan Sumur Minyak Telaga I tidak bisa lepas dengan Kilang Minyak Pangkalan Brandan. Keduanya saling berkaitan. Catatan sejarah perjuangan bangsa juga melekat di sini. Kilang Pangkalan Brandan yang dikelola Unit Pengolahan (UP) I Pertamina Brandan, merupakan salah satu dari sembilan kilang minyak yang ada di Indonesia, delapan lainnya adalah, Dumai, Sungai Pakning, Musi (Sumatera), Balikpapan (Kalimantan), Cilacap, Balongan, Cepu (Jawa), dan Kasim (Papua).



Ketika dibangun N.V. Koninklijke Nederlandsche Maatschappij pada tahun 1891 dan mulai berpoduksi sejak 1 Maret 1892, kondisi Kilang minyak Pangkalan Brandan, tentu saja tidak sebesar sekarang sekarang ini. Waktu itu peralatannya masih terbilang sederhana dan kapasitas produksi juga masih kecil. Bandingkan dengan kondisi sekarang, kilang yang berada di Kecamatan Babalan Langkat saat ini berkapasitas 5.000 barel per hari, dengan hasil produksi berupa gas elpiji sebanyak 280 ton per hari, kondensat 105 ton per hari, dan beberapa jenis gas dan minyak. Nilai sejarah kilang ini terangkum dalam dua aspek. Aspek pertama adalah memberi andil bagi catatan sejarah perminyakan Indonesia, sebab minyak pertama yang diekspor Indonesia bersumber dari kilang ini. Momentum itu terjadi pada 10 Desember 1957, yang sekarang diperingati sebagai hari lahir Pertamina, saat perjanjian ekspor ditandatangani oleh Direktur Utama Pertamina Ibnu Sutowo dengan Harold Hutton yang bertindak atas nama perusahaannya Refining Associates of Canada (Refican). Nilai kontraknya US$ 30.000.


Setahun setelah penandatanganan kontrak, eskpor dilakukan menuju Jepang dengan menggunakan kapal tanki Shozui Maru. Kapal berangkat dari Pangkalan Susu, Langkat, yang merupakan pelabuhan pengekspor minyak tertua di Indonesia. Pelabuhan ini dibangun Belanda pada tahun 1898. Sedangkan aspek kedua adalah nilai perjuangan yang ditorehkan putra bangsa melalui kilang ini. Kisah heroiknya berkaitan dengan Agresi Militer I Belanda 21 pada Juli 1947, yakni aksi bumi hangus kilang. Aksi bumi hangus dilaksanakan sebelum Belanda tiba di Pelabuhan Pangkalan Susu, yakni pada 13 Agustus 1947. Maksudnya, agar Belanda tidak bisa lagi menguasai kilang minyak itu seperti dulu. Selanjutnya, aksi bumi hangus kedua berlangsung menjelang Agresi Militer II Belanda pada 19 Desember 1948. Tower bekas aksi bumi hangus itu masih dapat dilihat sampai sekarang. Nilai historis yang terkandung dalam aksi bumi hangus ini, terus diperingati sampai sekarang. Pada 13 Agustus 2004 lalu, upacara kecil dilaksanakan di Lapangan Petralia UP I Pertamina Brandan, yang kemudian bersamaan dengan dekralasi pembentukan Kabupaten Teluk Aru, sebagai pemekaran Kabupaten Langkat.



sumber : Khairul Ikhwan - detikFinance

Friday, December 25, 2009

Eksplorasi Gas di Provinsi Aceh


Eksplorasi Gas yang Dilakukan PT. Arun NGL.

PT. Arun NGL yang berada di Lhokseumawe adalah salah satu bukti keberhasilan teknologi pencairan gas alam yang dimiliki Bangsa indonesia. Teknologi pecairan gas alam ini meliputi berbagai proses yang menggunakan perlatan industri seperti kompresor gas, Turbin, Heat Exchanger, Pompa, Boiler dan alat-alat lainnya. Teknologi yang telah di kembangkan oleh PT. Arun bukanlah suatu langkah akhir perkembangan teknologi di Indonesia.


Sejarah Singkat PT. Arun NGL

Pada tahun 1971 Mobil Oil Inc (sekarang Exxon Mobil Oil Indonesia) menemukan sumur pertama cadangan gas alam di sebuah desa kecil bernama Arun di kecamatan Syamtalira yang berlokasi ±30 km disebelah timur Lhokseumawe. Bertitik tolak dari penemuan inilah, maka nama desa kecil ini diabadikan sebagai nama pabrik yang telah dikenal oleh dunia internasional sebagai penghasil gas alam cair terbesar, yaitu PT. Arun NGL. Pada saat itu diperkirakan cadangan gas alam Arun, dapat mensuplai 6 train plant LNG untuk 20 tahun. Atas kemampuan ini PERTAMINA dan Mobil Oil Indonesia Inc. mulai mengembangkan program produksi, pencairan, pengiriman dan penjualan LNG.


PT. Arun NGL merupakan suatu perusahaan yang berbentuk Persero dengan pembagian saham operasi sebagai berikut:

  • Pertamina 55 %
  • Mobil Oil Indonesia 30 %
  • Japan Indonesia LNG Company (JILCO) 15 %


Sesuai perjanjian yang telah disepakati, semua aset yang terdapat pada PT.Arun NGL adalah milik Pertamina. Dalam melaksanakan pembangunan LNG, pilihan jatuh pada Bachtel Inc, mengingat pengalamannya baik dalam pembangunan kilang LNG maupun proyek – proyek besar lainnya yang terbesar diseluruh dunia. Pekerjaan engineering dan perincian perkiraan biaya, dilaksanakan pada bulan Januari 1974 di San Francisco kemudian di London dan di Jakarta. Kesibukan-kesibukan sehubungan dengan pembangunan sudah terasa sejak awal Januari 1974, sedangkan alat dan bahan konstruksi mulai berdatangan awal 1975.


Pabrik LNG Arun mempunyai 6 buah train pencairan gas alam dengan produksi 57.000 m3 / hari LNG yang dilengkapi dengan unit-unit pemisahan gas dan kondensat, pemurnian gas, pencairan, storage serta dibantu dengan unit-unit penunjang (utilities).


Gambar Peta Lokasi Arun LNG Plant

Perkembangan PT. Arun NGL

PT. Arun NGL sudah memiliki 6 (enam ) train pencairan gas alam dengan produksi 57.000 m3 per hari LNG, tetapi sekarang hanya 3 train yang masih beroperasi yaitu train 3, 4 dan 5. Keenam train ini dibangun secara bertahap. Tahapan pembangunan operasi masing-masing train dibagi 3, yaitu:


a. Arun Project I

Proyek ini meliputi pembangunan train 1, 2 dan 3 yang dibangun oleh kontraktor utama Bechtel Inc. yang dimulai pada tahun 1974 dan selesai akhir tahun 1978. Pengapalan pertama proyek LNG ditujukan ke Jepang bagian barat yang dilakukan pada tanggal 4 Oktober 1978.


b. Arun project II

Proyek ini merupakan pengembangan dari Arun project I yang meliputi pembangunan train 4 dan 5 yang dilakukan oleh kontraktor utama Chiyoda Chemical Engineering Corp. Bekerja sama dengan Mitsubishi Corp. dan PT. Purna Bina Indonesia. Proyek mulai dikonstruksi awal bulan Februari 1982 dan selesai pada akhir tahun 1983. Pada Desember 1983 dilakukan pengapalan LNG ke Jepang bagian barat.


c. Arun Project III

Proyek ini juga merupakan pengembangan dari proyek-proyek sebelumnya. Proyek ini membangun train 6 yang dilakukan oleh kontraktor utama JGC Corp. yang dimulai awal Nopember 1984 dan selesai Nopember 1986. Ini merupakan realisasi kontrak jual dengan Korea Selatan. Tanggal 21 Oktober 1986, pengapalan LNG pertama ke Korea Selatan


Pada awal beroperasinya kilang Arun hanya memproduksi LNG yang mengandung komponen dominan metana (CH4) dan sedikit Etana (C2H6) serta fraksi berat lainnya yang dimanfaatkan sebagai media pendingin kilang, juga menghasilkan kondensat yang merupakan hasil sampingan dari pengolahan fraksi berat pada gas alam yang meliputi proses dalam produksi LNG.


Sebagai langkah perluasan produksi dan pengembangan usaha, PT.Arun melakukan diversifikasi produk dengan memanfaatkan unsur-unsur propana (C3H8) dan butana (C4H10) yang mempunyai nilai lebih tinggi dibandingkan dengan nilai jual kondensat yang merupakan hasil penggabungan kedua unsur tersebut, sehingga diharapkan dapat menambah devisa negara disamping produksi utama. Kemudian dilakukan studi dan penelitian terhadap kilang dan komposisi gas alam agar diversifikasi produk yang dilakukan tidak mengganggu mutu dan jumlah produksi LNG serta suplai media pendingin untuk kilang. Dengan hasil penelitian yang positif maka dibuatlah master plant pembangunan kilang LPG antara pertamina dengan para konsumen dari Jepang pada tanggal 15 Juli 1986.


Orientasi LNG Plant Site

Setiap train pencairan gas alam mampu mengelola 282 MMSCFD gas untuk menghasilkan 9500 m3/hari LNG pada 100% kapasitas desain. Pabrik dilengkapi dengan dua buah dermaga pemuatan LNG untuk kapasitas kapal 95.000 death weight ton (DWT), dibuat pada kedalaman 14 meter yang diukur pada saat air surut sehingga dapat dimasuki kapal – kapal LNG ataupun LPG. Sedangkan untuk kondensat dilengkapi dengan dua buah sarana pemuatan yaitu dengan:

  • Single Point Mooring (SPM) untuk kapasitas kapal 40.000– 280.000 DWT
  • Multi Buoy Mooring (MBM) untuk kapasitas kapal 30.000 – 100.000 DWT


LNG yang dihasilkan PT.Arun NGL sampai saat ini di ekspor ke Korea Selatan dan Jepang. Di negara tersebut, LNG diubah menjadi gas dengan sistem pemanasan air laut yang kemudian digunakan untuk bahan bakar industri – industri berat dan untuk keperluan rumah tangga.


Sejak dioperasikannya kilang gas alam PT.Arun NGL pada tahun 1978, gas alam yang dihasilkannya mengandung unsur – unsur hidrokarbon yang kemudian diproses menjadi gas cair (CH4) dan etana (C2H6). Sedangkan unsur-unsur yang lebih berat digunakan sebagai refrigerant di kilang dan sebagian lainnya kembali ke dalam proses untuk dibentuk menjadi LNG atau kondensat. Kondensat yang dihasilkan tersebut diekspor ke Jepang, Singapura, Australia, Selandia Baru dan sebagian ke arah pantai barat Amerika. Dimana kondensat yang di produksi harus mempunyai persyaratan dan spesifikasi yang telah ditentukan, yaitu RVP (Rate Vapour Pressure) maksimum 13 psi pada temperatur 100°C dengan specific gravity 0,76 (54 ° API).


Jumlah LNG yang di produksi saat ini adalah 25.000 m3 /hari. Sejak awal tahun 2001, train 1 tidak beroperasi lagi, pada tahun 2003 train 2 tidak beroperasi lagi, dan pada tahun 2006 train 6 juga tidak beroperasi lagi.




Saturday, December 19, 2009

Dari Mana Datangnya Minyak Bumi II

Setelah kita yakin telah menemukan minyak, apa selanjutnya ?

Setelah mengevaluasi reservoir, selanjutnya tahap mengembangkan reservoir. Yang pertama dilakukan adalah membangun sumur (well-construction) meliputi pemboran (drilling), memasang tubular sumur (casing) dan penyemenan (cementing). Lalu proses completion untuk membuat sumur siap digunakan.

Proses ini meliputi perforasi yaitu pelubangan dinding sumur; pemasangan seluruh pipa-pipa dan katup produksi beserta asesorinya untuk mengalirkan minyak dan gas ke permukaan; pemasangan kepala sumur (wellhead atau chrismast tree) di permukaan; pemasangan berbagai peralatan keselamatan, pemasangan pompa kalau diperlukan, dsb. Jika dibutuhkan, metode stimulasi juga dilakukan dalam fase ini. Selanjutnya well-evaluation untuk mengevaluasi kondisi sumur dan formasi di dalam sumur. Teknik yang paling umum dinamakan logging yang dapat dilakukan pada saat sumur masih dibor ataupun sumurnya sudah jadi.


Ada berapa macam jenis sumur ?

Di dunia perminyakan umumnya dikenal tiga macam jenis sumur :

Pertama, sumur eksplorasi (sering disebut juga wildcat) yaitu sumur yang dibor untuk menentukan apakah terdapat minyak atau gas di suatu tempat yang sama sekali baru. Jika sumur eksplorasi menemukan minyak atau gas, maka beberapa sumur konfirmasi (confirmation well) akan dibor di beberapa tempat yang berbeda di sekitarnya untuk memastikan apakah kandungan hidrokarbonnya cukup untuk dikembangkan.

kedua, sumur pengembangan (development well) adalah sumur yang dibor di suatu lapangan minyak yang telah eksis. Tujuannya untuk mengambil hidrokarbon semaksimal mungkin dari lapangan tersebut.

Istilah persumuran lainnya :

Sumur produksi : sumur yang menghasilkan hidrokarbon, baik minyak, gas ataupun keduanya. Aliran fluida dari bawah ke atas.

Sumur injeksi : sumur untuk menginjeksikan fluida tertentu ke dalam formasi (lihat Enhanced Oil Recovery di bagian akhir). Aliran fluida dari atas ke bawah.

Sumur vertikal : sumur yang bentuknya lurus dan vertikal.

Sumur berarah (deviated well, directional well) : sumur yang bentuk geometrinya tidak lurus vertikal, bisa berbentuk huruf S, J atau L.

Sumur horisontal : sumur dimana ada bagiannya yang berbentuk horisontal. Merupakan bagian dari sumur berarah.

Istilah persumuran lainnya :

Sumur produksi : sumur yang menghasilkan hidrokarbon, baik minyak, gas ataupun keduanya. Aliran fluida dari bawah ke atas.

Sumur injeksi : sumur untuk menginjeksikan fluida tertentu ke dalam formasi (lihat Enhanced Oil Recovery di bagian akhir). Aliran fluida dari atas ke bawah.

Sumur vertikal : sumur yang bentuknya lurus dan vertikal.

Sumur berarah (deviated well, directional well) : sumur yang bentuk geometrinya tidak lurus vertikal, bisa berbentuk huruf S, J atau L.

Sumur horisontal : sumur dimana ada bagiannya yang berbentuk horisontal. Merupakan bagian dari sumur berarah.

Apakah rig ? Apa saja jenis-jenisnya ?

Rig adalah serangkaian peralatan khusus yang digunakan untuk membor sumur atau mengakses sumur. Ciri utama rig adalah adanya menara yang terbuat dari baja yang digunakan untuk menaikturunkan pipa-pipa tubular sumur. Umumnya, rig dikategorikan menjadi dua macam menurut tempat beroperasinya :

  1. Rig darat (land-rig) : beroperasi di darat.
  2. Rig laut (offshore-rig) : beroperasi di atas permukaan air (laut, sungai, rawa-rawa, danau atau delta sungai).


Ada bermacam-macam offshore-rig yang digolongkan berdasarkan kedalaman air :

  1. Swamp barge : kedalaman air maksimal 7m saja. Sangat umum dipakai di daerah rawa-rawa atau delta sungai.
  2. Tender barge : mirip swamp barge tetapi di pakai di perairan yang lebih dalam.
  3. Jackup rig : platform yang dapat mengapung dan mempunyai tiga atau empat “kaki” yang dapat dinaik-turunkan. Untuk dapat dioperasikan, semua kakinya harus diturunkan sampai menginjak dasar laut. Terus badan rig akan diangkat sampai di atas permukaan air sehingga bentuknya menjadi semacam platform tetap. Untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lain, semua kakinya haruslah dinaikan terlebih dahulu sehingga badan rig mengapung di atas permukaan air. Lalu rig ini ditarik menggunakan beberapa kapal tarik ke lokasi yang dituju. Kedalaman operasi rig jackup adalah dari 5m sampai 200m.
  4. Drilling jacket : platform struktur baja, umumnya berukuran kecil dan cocok dipakai di laut tenang dan dangkal. Sering dikombinasikan dengan rig jackup atau tender barge.

  1. Semi-submersible rig : sering hanya disebut “semis” merupakan rig jenis mengapung. Rig ini “diikat” ke dasar laut menggunakan tali mooring dan jangkar agar posisinya tetap di permukaan. Dengan menggunakan thruster, yaitu semacam baling-baling di sekelilingnya, rig semis mampu mengatur posisinya secara dinamis. Rig semis sering digunakan jika lautnya terlalu dalam untuk rig jackup. Karena karakternya yang sangat stabil, rig ini juga popular dipakai di daerah laut berombak besar dan bercuaca buruk.
  2. Drill ship : prinsipnya menaruh rig di atas sebuah kapal laut. Sangat cocok dipakai di daerah laut dalam. Posisi kapal dikontrol oleh sistem thruster berpengendali komputer. Dapat bergerak sendiri dan daya muatnya yang paling banyak membuatnya sering dipakai di daerah terpencil atau jauh dari darat.

Dari fungsinya, rig dapat digolongkan menjadi dua macam :

  1. Drilling rig : rig yang dipakai untuk membor sumur, baik sumur baru, cabang sumur baru maupun memperdalam sumur lama.
  2. Workover rig : fungsinya untuk melakukan sesuatu terhadap sumur yang telah ada, misalnya untuk perawatan, perbaikan, penutupan, dsb.


Gambar 3
Land rig
(sumber slb.com)

Gambar 4

Swamp barge di delta sungai Mahakam, Kalimantan Timur

(gambar dari slb.com)


Gambar 5

Jackup rig dengan platform jacket

(gambar dari slb.com)


Gambar 6

Semi-submersible rig dengan platform jacket

(gambar dari slb.com)

Gambar 7

Drill ship

(gambar dari slb.com)


Apa saja komponen rig ?

Komponen rig dapat digolongkan menjadi lima bagian besar :

  1. Hoisting system : fungsi utamanya menurunkan dan menaikkan tubular (pipa pemboran, peralatan completion atau pipa produksi) masuk-keluar lubang sumur. Menara rig (mast atau derrick) termasuk dalam sistem ini.
  2. Rotary system : berfungsi untuk memutarkan pipa-pipa tersebut di dalam sumur. Pada pemboran konvensional, pipa pemboran (drill strings) memutar mata-bor (drill bit) untuk menggali sumur.
  3. Circulation system : untuk mensirkulasikan fluida pemboran keluar masuk sumur dan menjaga agar properti lumpur seperti yang diinginkan. Sistem ini meliputi (1) pompa tekanan tinggi untuk memompakan lumpur keluar masuk-sumur dan pompa tekanan rendah untuk mensirkulasikannya di permukaan, (2) peralatan untuk mengkondisikan lumpur: shale shaker berfungsi untuk memisahkan solid hasil pemboran (cutting) dari lumpur; desander untuk berukuran kecil, dsb.
  4. Blowout prevention system : peralatan untuk mencegah blowout (meledaknya sumur di permukaan akibat tekanan tinggi dari dalam sumur). Yang utama adalah BOP (Blow Out Preventer) yang tersusun atas berbagai katup (valve) dan dipasang di kepala sumur (wellhead).
  5. Power system : yaitu sumber tenaga untuk menggerakan semua sistem di atas dan juga untuk suplai listrik. Sebagai sumber tenaga, biasanya digunakan mesin diesel berkapasitas besar.

gambar 8 Skematik rig secara ringkas

(gambar dari howstuffworks.com)

Gambar 9

Skematik sederhana dari circulation system di rig

(gambar dari A Primer of Oilwell Drilling)

Mengapa digunakan lumpur untuk pemboran ?

Lumpur umumnya campuran dari tanah liat (clay), biasanya bentonite, dan air yang digunakan untuk membawa cutting ke atas permukaan. Lumpur berfungsi sebagai lubrikasi dan medium pendingin untuk pipa pemboran dan mata bor. Lumpur merupakan komponen penting dalam pengendalian sumur (wellcontrol), karena tekanan hidrostatisnya dipakai untuk mencegah fluida formasi masuk ke dalam sumur. Lumpur juga digunakan untuk membentuk lapisan solid sepanjang dinding sumur (filter-cake) yang berguna untuk mengontrol fluida yang hilang ke dalam formasi (fluid-loss).

Bagaimana pengerjaan pemboran sumur dilakukan ?

Pemboran sumur dilakukan dengan mengkombinasikan putaran dan tekanan pada mata bor. Pada pemboran konvensional, seluruh pipa bor diputar dari atas permukaan oleh alat yang disebut turntable. Turntable ini diputar oleh mesin diesel, baik secara elektrik ataupun transmisi mekanikal. Dengan berputar, roda gerigi di mata bor akan menggali bebatuan. Daya dorong mata bor diperoleh dari berat pipa bor. Semakin dalam sumur dibor, semakin banyak pipa bor yang dipakai dan disambung satu persatu. Selama pemboran lumpur dipompakan dari pompa lumpur masuk melalui dalam pipa bor ke bawah menuju mata bor. Nosel di mata bor akan menginjeksikan lumpur tadi keluar dengan kecepatan tinggi yang akan membantu menggali bebatuan. Kemudian lumpur naik kembali ke permukaan lewat annulus, yaitu celah antara lubang sumur dan pipa bor, membawa cutting hasil pemboran.


Gambar 10

Gambar mata bor pada saat pemboran sumur

(gambar (gambar dari howstuffworks.com)

Mengapa pengerjaan logging dilakukan ?

Logging adalah teknik untuk mengambil data-data dari formasi dan lubang sumur dengan menggunakan instrumen khusus. Pekerjaan yang dapat dilakukan meliputi pengukuran data-data properti elektrikal (resistivitas dan konduktivitas pada berbagai frekuensi), data nuklir secara aktif dan pasif, ukuran lubang sumur, pengambilan sampel fluida formasi, pengukuran tekanan formasi, pengambilan material formasi (coring) dari dinding sumur, dsb.

Logging tool (peralatan utama logging, berbentuk pipa pejal berisi alat pengirim dan sensor penerima sinyal) diturunkan ke dalam sumur melalui tali baja berisi kabel listrik ke kedalaman yang diinginkan. Biasanya pengukuran dilakukan pada saat logging tool ini ditarik ke atas. Logging tool akan mengirim sesuatu “sinyal” (gelombang suara, arus listrik, tegangan listrik, medan magnet, partikel nuklir, dsb.) ke dalam formasi lewat dinding sumur. Sinyal tersebut akan dipantulkan oleh berbagai macam material di dalam formasi dan juga material dinding sumur. Pantulan sinyal kemudian ditangkap oleh sensor penerima di dalam logging tool lalu dikonversi menjadi data digital dan ditransmisikan lewat kabel logging ke unit di permukaan. Sinyal digital tersebut lalu diolah oleh seperangkat komputer menjadi berbagai macam grafik dan tabulasi data yang diprint pada continuos paper yang dinamakan log.

Gambar 11

Contoh log. Berbagai parameter digrafikan menggunakan warna.

Angka di sebelah kanan menunjukkan letak kedalaman sumur.

(gambar dari slb.com

Kemudian log tersebut akan diintepretasikan dan dievaluasi oleh geologis dan ahli geofisika. Hasilnya sangat penting untuk pengambilan keputusan baik pada saat pemboran ataupun untuk tahap produksi nanti. Alatnya dipasang di dekat mata bor. Data dikirimkan melalui pulsa tekanan lewat lumpur pemboran ke sensor di permukaan. Setelah diolah lewat serangkaian komputer, hasilnya juga berupa grafik log di atas kertas. LWD berguna untuk memberi informasi formasi (resistivitas, porositas, sonic dan gammaray) sedini mungkin pada saat pemboran.

Mud logging adalah pekerjaan mengumpulkan, menganalisis dan merekam semua informasi dari partikel solid, cairan dan gas yang terbawa ke permukaan oleh lumpur pada saat pemboran. Tujuan utamanya adalah untuk mengetahui berbagai parameter pemboran dan formasi sumur yang sedang dibor.

Gambar 12

Ilustrasi pengerjaan logging di darat.

(gambar dari slb.com)


Sumber : buku pintar migas indonesia