Kegalauan Saya terhadap Insinyur Mesin
Indonesia
Rekans,
Sekali-kali saya
ingin buat e-mail yang rada serius. Terutama melihat kondisi negara saat ini
dengan uang yang sangat banyak tapi penciptaan pekerjaan masih relatif sangat
sedikit.
Dalam berbagai
pertemuan saya selalu bilang bahwa penyebab kejadian ini adalah karena insinyur
Indonesia masih "belum" bekerja keras. E-mail ini bukan bermaksud
untuk mengkritik namun lebih sebagai sebuah introspeksi & "lessons learned"
agar Indonesia dimasa mendatang akan lebih maju lagi. Saya setuju dengan
hipotesa bahwa kemajuan negara adalah karena peran dan kemajuan
perusahaan-perusaha an di negara tersebut (bukan pemerintahannya). Sedangkan
kemajuan perusahaan disebabkan karena inovasi teknologi para insinyur-insinyurnya
dalam meng-"create value" di dalam perusahaan tersebut. Artinya
semakin inovatif dan berkarya para insinyur di dalam suatu korporasi, maka akan
majulah bangsa dan negara tersebut. Jadi disini, kata kuncinya adalah
"insinyur" dan "korporasi" dalam memajukan bangsa. Berikut
beberapa fakta yang membuat saya galau :
Pembangunan
pabrik-pabrik industri max 50% local content. Setiap kali saya membangun
pabrik-pabrik industri di Indonesia, peralatan dan material yang bisa dibeli di
dalam negeri (kandungan lokal) paling-paling hanya mencapai maximum 50% dari
nilai kontrak. Peralatan yang masih terus menerus diimport sejak saya jadi
insinyur (tahun 1981) sampai sekarang (2007) adalah alat-alat mesin
bergerak/berputar (rotating) yaitu
compressor, pompa, turbine, generator, fans, blower, dll. Tidak ada kemajuan
sedikitpun selama 26 tahun, dan tidak ada satupun produsen peralatan-peralatan
tersebut di Indonesia yang tumbuh minimal untuk mendominasi market di dalam
negeri. Informasi belanja migas per tahun dari Dirjen Migas disebutkan mencapai
US $ 9 milyard. Hampir US $ 7.5 milyard merupakan import peralatan dan
permesinan. Sayang sekali uang kita dihambur-hamburkan ke luar negeri. Dimanakah
peran para Insinyur-Insinyur Mesin Indonesia & korporasi2 di bidang ini ?
PLTU skala kecil
& menengah diberi kesempatan maksimal oleh Pemerintah & PLN. Atas
dorongan Deprind, Wapres dan semua pihak, akhirnya PLN setuju untuk PLTU 7 MW
harus 70% kandungan lokalnya, PLTU 25 MW harus 50 % kandungan lokalnya, dan
untuk PLTU 50 MW harus 30 % kandungan lokalnya. PLN sudah memasukan
persyaratanpersyaratan tersebut dalam dokumen tendernya. Wapres, Menteri
perindustrian dan Meneg BUMN sudah membuat surat dan mendukung secara resmi.
Juga bank-bank nasional siap mendanai proyek-proyek tersebut karena kelebihan
likuiditas. Namun saat ini fabrikator Boiler, Turbine dan Generator relatif
masih kewalahan dan hampir menyatakan tidak sanggup.Turbine manufacturer
hanya 1 di Indonesia yaitu NTP dan sanggupnya maximum 7 MW. Untuk membuat
generator hanya Pindad yang sanggup, itupun maximum 15 MW. Sedangkan untuk
Boiler ada sekitar 4 perusahaan utama dan hanya sanggupnya tipe stocker dengan
maximum 15 MW. Padahal PLTU yang akan dibangun ada 34 PLTU dengan nilai sekitar
US $ 3 milyard. Sehingga akibatnya sudah dapat ditebak yaitu sebagian besar
permesinan akan diimport dari China.
Padahal tahun 1981,
Insinyur China masih bertani dan bercocok tanam sedangkan insinyur Indonesia
berani bikin pesawat terbang. Kenapa bisa terjadi seperti ini ?. Kecelakaan
kereta api - permasalahannya di pembuatan Bogey ITB-77 melalui Yayasan Bhakti
Ganesha (YBG) sudah membuat studi tentang kecelakaan kereta api. Penyebab
terbesar kecelakaan Kereta api di Indonesia hanya disebabkan karena 2 pareto besar
yaitu kereta anjlok dan kereta tabrakan di persimpangan. Setelah diteliti lebih
jauh oleh media massa dan para teknisi, penyebab anjloknya kereta api bukanlah
karena rel keretanya anjlok tapi karena bogey (tempat dudukan gerbong kereta)
banyak yang aus dan rusak. Solusi sederhana saat ini adalah dengan mengurangi
kecepatan kereta api 20% supaya bogey tidak anjlok. Pemerintah sudah siap
menurunkan dana untuk meningkatkan keselamatan kereta api, namun tidak ada
satupun industri di Indonesia yang bisa membuat bogey dengan baik dan cepat.
Mungkin akhirnya import lagi.
Kecelakaan pesawat
terbang. Rasanya para insinyur mesin Indonesia tidak boleh tinggal diam dengan
adanya kecelakaan-kecelakaan pesawat terbang. Dimanakah peran insinyur mesin
Indonesia dalam menerapkan sistem-sistem quality control yang selalu
dibangga-banggakan di perusahaan-perusahaan minyak. Kenapa kalau
korporasikorporasinya milik asing (PSC), insinyur-insinyur Indonesia persis seperti
"inlander" dan jadi anak-anak penurut. Tapi kalau pemiliknya orang
Indonesia atau perusahaan-perusahaan tersebut perusahaan Indonesia , sepertinya
para insinyur Indonesia (khususnya insinyur mesin) kehilangan arah. Kenapa ya
bukan insinyur-insinyur mesin yang menapak jenjang level top management di
perusahaan-perusahaan maskapai penerbangan. Kenapa orang keuangan, pilot dan
angkatan udara yang menduduki pimpinan perusahaanperusahaan penerbangan di
Indonesia ?
Saya bisa buat list
ini terus semakin panjang dengan daftar import peralatan-peralatan mesin
seperti sepeda, sepeda motor, mobil, dll. Fakta-fakta korporasinya. Jika kita
melihat industri kimia dan perminyakan di Indonesia, terlihat bahwa pimpinan-pimpinan
perusahaannya (direksi dan level menengah) dipegang umumnya oleh para
insinyur-insinyur di bidangnya lihat industri pupuk, industri semen, industri
kimia, pertamina, pgn, medco, production sharing companies dll.
Juga industri
perlistrikan (baik PLN maupun manufaktur peralatan listrik) umumnya dipimpinan
pada level
menengah/atas
ditentukan kebijakan-kebijakannya oleh para insinyur-insinyur elektro. Juga
industri konstruksi bangunan, jalan, pelabuhan dll, umumnya dipimpin oleh para
insinyur sipil. Hal serupa juga ditemukan di Industri Telekomunikasi, IT,
perbankan dan elektronika. Para spesialis dan teknisi bisa menapak jenjang
management & pimpinan perusahaan dan tentunya bisa menerapkan kebijakan dan
obsesinya sebagai insinyur.
Tapi coba lihat
pimpinan level menengah dan tertinggi di industri-industri permesinan, industri
motor, industri mobil, industri pompa, industri compressor dll. Sebagian besar
berasal dari non-engineer yang umumnya mementingkan keuntungan dari bekerja
sebagai "trader" atau pengambil komisi dari mengimport barang jadi. Pimpinan-pimpinan
perusahaan permesinan umumnya datang dari para pemilik perusahaan yang menaruh
modal awal atau ditaruh oleh mitra asingnya sebagai perwakilan di Indonesia.
Pimpinan-pimpinan seperti ini tidak akan mempunyai inovasi dan keberanian untuk
mengambil resiko memproduksi di dalam negeri secara mandiri. Karena kebijakan
ini akan bertentangan dengan fungsi mereka yang ditempatkan pada awalnya yaitu
menjadi penjual saja. Ini kegalauan saya dan tidak bermaksud untuk mengkritik
insinyur mesin. Namun hanya sebagai sebuah introspeksi dari kaca mata yang mungkin
salah.
Silahkan tulisan ini
diforward ke email/milis-milis lain dan saya ingin mengajak rekan-rekan
insinyur mesin untuk diskusi tentang ini. Rasanya sudah saatnya kita menyiapkan
insinyur-insinyur mesin Indonesia yang muda-muda dengan penyiapan
korporasi-korporasi terkait dengan target-target dalam jangka kurun-kurun waktu
yang tertentu. Sebagai contoh, dalam berapa tahun Indonesia bisa membuat pompa
air sendiri dan siapa korporasi pembinanya (tahukah anda bahwa pompa air saja
kita masih import). Dalam berapa tahun Indonesia akan membuat compressor udara
sendiri dan siapa korporasi embinanya, dll.
Ini kegalauan saya.
Mohon maaf bila ada yang kurang berkenan.
Let's discuss for
Indonesia 's future
Salam,
Triharyo Susilo
(Hengki)
Direktur Utama PT.
Rekayasa Industri
Komunitas Alumni & Mahasiswa T.
Mesin Unsyiah
http://mesin.adfaceh.org Powered by
Joomla! Generated: 11 August, 2009, 06:07
nice post :)
ReplyDelete