“ Ini kisah seseorang yang
mengapdikan dan mendedikasinya dirinya untuk menolong orang lain meskipun bukan
di tanah kelahirannya “
Hamidillah ANDY |
Nama Asli
Hamidillah sering mendapat panggilan
Andy, pria kelahiran 40 tahun silam. Kisah
ini berawal tahun 1997 tepatnya setelah tamat sekolah SMA, saya berikinginan melanjutkan
kuliah di perguruan tinggin namun kondisi Aceh saat ini sedang terjadi krisis
moneter hebat di Aceh dan seluruh Indonesia.
Melihat realita lapangan saya
memutuskan untuk merantau ke Negara Malaysia karena ada peluang disana dan saya bisa bekerja di
Malaysia sebagai pekerja
asing tanpa izin (ilegal). Miris
sekali perjalanan karir saya hancur pada tahun 1999 saya tangkap polisi Diraja Malaisya dan oleh Imigrasi Malaisya saya di deportasi ke Aceh.
Tahun 1999 terjadilah gerakan masyarakat Aceh untuk menuntut
Referendum Aceh dan saat itu saya menjalani hidup dalam keadaan serba susah baik ekonomi
susah serta kondisi Aceh pada saat itu sedang terjadi konflik Aceh antara GAM dan
Pemerintah Indonesia yang membuat situasi keamanan tidak kondisif dan banyak
terjadi pembunuhan serta penghilangan paksa dan aceh di detapkan sebagai daerah
Darurat Militer (DM). Akhirnya pada
tahun 2003 saya bertekad untuk masuk dan bekerja kembali di Negeri Malaysia lagi namun harus
secara legal menggunkan paspor dan setelah berhasil saya belajar untuk jadi agen Jasa keuangan
dan hantar barang dan saya pun keluar masuk Negara Malaysia dan Indonesia setiap bulannya.
Saya memilih
bekerja sebagai agen jasa uang dan barang dikarenakan pada waktu itu banyak
orang aceh yang berada di Malaysia berkerja dan menetap sebagai pekerja ilegal
yang tidak bisa terlalu aktif dan bisa berpergian kemana-mana selain hanya bisa
menetap di tempat kerja atau komplek proyek yang dekat dengan hutan. Jika ada operasi malam oleh Polisi Diraja Malaysia para pekerja ilegal tersebut lari ke hutan untuk mencari tempat bersembunyi dan menyelamatan diri dari operasi tersebut.
Pada saat pekerja illegal ini
menerima gaji bulanan di komplek
kerja. Para pekerja
ilegal asal Aceh ini tidak berani keluar ke bank untuk mengirimkan uang atau
barang ke Aceh karena mereka status ilegal. Jadi saya lah jadi
jembatan atau kurir untuk bisa menghubungkan antara pekerja ilegal dan keluarga di
kampung. Semisalnya mereka mau kirim uang atau barang ke kampung
melalui saya dan saya bawa pulang ke kampung. Setiap uang dan
barang ada ongkosnya yang saya terima setiap
pengiriman barang.
Kenapa saya memilih bidang
jasa ini di Malaysia karena saya pernah merasakan perih, pahit manisnya pekerja ilegal di Malaysia yang waktu itu lumayan sengitnya. Dulu masa saya sebelum jadi agen pernah jadi pekerja
ilegal juga. Dan pada saat itu pernah upah bekerja saya tidak di bayar
berbulan-bulan serta juga gaji tidak di bayar karena uang di bawa lari oleh boss
(kalau orang Aceh menyebutnya TOKE) , tidak hanya itu saya juga pernah
mengalami sakit dan juga terpaksa harus tidur di dalam hutan dan segala macam susahnya
agar tidak tertangkap oleh polisi Diraja Malaysia.
Selama saya bekerja sebagai agen jasa kurir selama lebih kurang hampir 3
tahun, Saya keluar masuk Malaysia setiap bulannya dengan menggunakan pesawat yang saat itu masih terkesan mewah dan hanya orang kaya saja dan saya
seperti bak sosok
seorang pembisnis sukses Indonesia yang berbisnis di Malaysia.
Selama bekerja ini ekonomi sya sudah mulai membaik dan saya sudah sempat menabung uang dengan nilai lumayan di
bank. Pada proses
keluar masuk Malaysia pada saat itu walaupun
sya merasa di saat itu saya termasuk orang yang sangat mudah mencari uang namun hati saya masih peduli terhadap orang-orang yang lebih
susah hidupnya dari saya.Hal ini
membuat saya juga
sangat kasihan melihat mereka karena hati saya pada dasarnya hati yang sangat
lembut dan punya kepudulian yang besar terhadap orang laing. Dalam hati saya selalu ada pikiran dan niat kalau saya jadi orang yang diberikan kemudahan harta dan menjadi kaya atau berkecukupan saya akan peduli dan terus membantu ke orang yang susah yang ada di Aceh maupun di Malaysia.
Pada suatu hari,
hari yang naas bagi saya. Saat itu pas saya mau pulang ke Aceh dan saya sudah mengumpulkan semua uang
atau barang yag mau di
kirim memalui saya ke kampung. Pada malam besok saya mau
pulang saya menginap
di tempat kerja para ilegal tersebut. Semua barang sudah saya kemaskan masukin dalam tas dan
masukin kardus. Segala macam barang mulai dari HP dan pakaian yg dikirim para pekerja
ke keluarganya di
kampung melalui saya sudah terbungkus dengan rapi.
Pada malam itu tepat tengah malam disaat
saya dan pekerja illegal sedang enak tidur , Polisi Diraja Malaysia
melakukan operasi untuk mencari
pekerja ilegal. Saat Polisi datang para pekerja berhamburan berlari menyalamatkan diri dan
Saya tinggal
di tempat itu dan saya memutuskan tidak lari kemana-mana karena saya beralasan saya ada
paspor.
Dengan penuh amarah dan kejam polisi
Diraja Malaysia membakar seluruh gubuk atau kios tempat penginapan pekerja ilegal beserta barang
bawaan saya seperti tas dan semuanya, dan saya tidak mau membawa siswanya kemana, dan sebagian diambil oleh
polisi tanpa sepengatahuan saya karena pada saat itu saya juga di tangkap kemudian di bawa kelapangan untuk proses
surat-surat izin
tinggal di Malaysia. Akhirnya saya di lepas
karena ada paspor dan saya dipukul sebelumnya sampai
berdarah. Saya coba melawan
juga karena tidak tahan di
tendang karena itu akhirnya saya di
bebaskan. Saya langsung ke tempat gubuk yang di bakar tadi, saya hanya bisa menyaksikan barang-barang sudah tinggal
sisa.
Kebetulan pada saat itu saya tidur di sebuah kantin di tempat kerja yang kantin ini juga punya
org kampung saya. Dan akhirnya saya ke kantin tersebut setelah tiba di kantin itu saya melihat
barang-barang saya hanya tinggal sisa bakar dan karena
kejadian itu membuat saya trauma dan berniat untuk berhenti dan kembali ke
Aceh.
saya mencari
cara utk pulang ke Aceh sehelai baju dan celana dan paspor
saya naik pesawat
langsung ke menuju Medan, Sumatra Utara karena saat itu Cuma ada pesawata Malaysia dan Medan. Dan para
pekerja yang lari saat
operasi tidak pernah ketemu lagi
sama saya. Karena mereka
masih senbunyi di hutan dan saya langsung terbang ke Aceh seperti film hero di saat akhir-akhir episode dalam perfileman hindia.
Setelah sampai di Medan saya membeli baju buat ganti saya. Kebetulan pada
saat operasi saya
ada uang di dompet sekitar RM 8000 ringgit kalau dirupiahkan pada saat
itu sekitar 20 juta rupiah , Dengan perlindungan
Allah uang itu tidak di ketahui oleh polis itu saat di
geledah tubuh saya dengan uang itulah saya bisa beli
apa-apa yg saya butuhkan pada
saat itu. Mengenai
barang kiriman yang di bakar itu, saya bayar ke yang punya setengah
harga misalnya harga HP Rp. 1 jta. Saya bayar ke yang punya barang yang mau di kirim melalui Saya itu Rp. 500 ribu karena mereka juga
maklum saya musibah
dan ada juga yang tidak meminta di bayar. Dan akhirnya
simpanan uang saya di bank juga habis karena untuk membayar barang-barang yang di
titipkan ke saya itu sudah hilang entah kemana.
Saya dan Anak Saya |
akhirnya ketika umur anak saya
mencapai 2,5 tahun kami sekeluarga
memutuskan pulang ke Aceh karena adik
kandung saya meminta saya pulang untuk membantunya guna pas waktu itu di Kabupaten Aceh Selatan ada
pertambangan emas sekitar tahun 2010. Dan Saya
bekerja disana tidak lama sekitar setahunan karena saya gagal sukses
padahal selama 7 bulan itu saya sudah ada beberapa sarana
untuk pengolahan emas
akhirnya smua itu juga hilang karena gagal sukses dalam usaha membuat
saya sedikit putus asa dan akhirnya saya dan istri
dan 1 orang anak
memilih untuk merantau dan melanjutkan hidup di jawa di KOTA
PURWORKERTO.
Bersambug ke part II …………..
Hey keep posting such good and meaningful articles.
ReplyDelete