Thursday, March 2, 2017

TRUE STORY : MERETAS BERKAH DI BUMI PURWOKERTO ( Part-1 )



“ Ini kisah seseorang yang mengapdikan dan mendedikasinya dirinya untuk menolong orang lain meskipun bukan di tanah kelahirannya “



Hamidillah ANDY
Nama Asli Hamidillah sering mendapat panggilan Andy, pria kelahiran  40 tahun silam. Kisah ini berawal tahun 1997 tepatnya setelah tamat sekolah SMA, saya berikinginan melanjutkan kuliah di perguruan tinggin namun kondisi Aceh saat ini sedang terjadi krisis moneter hebat di Aceh dan seluruh Indonesia.



Melihat realita lapangan saya memutuskan untuk merantau ke Negara Malaysia karena ada peluang disana dan saya bisa bekerja di Malaysia sebagai pekerja asing tanpa izin (ilegal). Miris sekali perjalanan karir saya hancur pada tahun 1999 saya tangkap polisi Diraja Malaisya dan oleh Imigrasi Malaisya saya di deportasi ke Aceh.



Tahun 1999 terjadilah  gerakan masyarakat Aceh untuk menuntut Referendum Aceh  dan saat itu saya menjalani hidup dalam keadaan serba susah baik ekonomi susah serta kondisi Aceh pada saat itu sedang terjadi konflik Aceh antara GAM dan Pemerintah Indonesia yang membuat situasi keamanan tidak kondisif dan banyak terjadi pembunuhan serta penghilangan paksa dan aceh di detapkan sebagai daerah Darurat Militer  (DM). Akhirnya pada tahun 2003 saya bertekad untuk masuk dan bekerja kembali di Negeri Malaysia lagi namun harus secara legal menggunkan paspor dan setelah berhasil saya belajar untuk  jadi agen Jasa keuangan dan hantar barang dan saya pun keluar masuk Negara Malaysia dan Indonesia setiap bulannya.



Saya memilih bekerja sebagai agen jasa uang dan barang dikarenakan pada waktu itu banyak orang aceh yang berada di Malaysia berkerja dan menetap sebagai pekerja ilegal yang tidak bisa terlalu aktif dan bisa berpergian kemana-mana selain hanya bisa menetap di tempat kerja atau komplek proyek yang dekat dengan hutan. Jika ada operasi malam oleh Polisi Diraja Malaysia para pekerja ilegal tersebut lari ke hutan untuk mencari tempat bersembunyi dan menyelamatan diri dari operasi tersebut.



Pada saat pekerja illegal ini menerima gaji bulanan di komplek kerja. Para pekerja ilegal asal Aceh  ini tidak berani keluar ke bank untuk mengirimkan uang atau barang ke Aceh karena mereka status ilegal. Jadi saya lah jadi jembatan atau kurir untuk bisa menghubungkan antara pekerja ilegal dan keluarga di kampung. Semisalnya  mereka mau kirim uang atau barang ke kampung melalui saya dan saya bawa pulang ke kampung. Setiap uang dan barang ada ongkosnya yang saya terima setiap pengiriman barang.



Kenapa saya memilih bidang jasa ini di Malaysia karena saya pernah merasakan perih, pahit manisnya pekerja ilegal di Malaysia yang waktu itu lumayan sengitnya. Dulu masa saya sebelum jadi agen pernah jadi pekerja ilegal juga. Dan pada saat itu pernah upah bekerja saya tidak di bayar berbulan-bulan serta juga gaji tidak di bayar karena uang di bawa lari oleh boss (kalau orang Aceh menyebutnya TOKE) , tidak hanya itu saya juga pernah mengalami sakit dan juga terpaksa harus tidur di dalam hutan dan segala macam susahnya agar tidak tertangkap oleh polisi Diraja Malaysia.



Selama saya bekerja sebagai agen jasa kurir selama lebih kurang hampir 3 tahun, Saya keluar masuk Malaysia setiap bulannya  dengan menggunakan pesawat yang saat itu masih terkesan mewah dan hanya orang kaya saja dan saya seperti bak sosok seorang pembisnis sukses Indonesia yang berbisnis di Malaysia.



Selama bekerja ini ekonomi sya sudah mulai membaik dan saya sudah sempat menabung uang dengan nilai lumayan di bank. Pada proses keluar masuk Malaysia pada saat itu walaupun sya merasa di saat itu saya termasuk orang yang  sangat mudah mencari uang namun hati saya masih peduli terhadap orang-orang yang lebih susah hidupnya dari saya.Hal ini membuat saya juga sangat kasihan melihat mereka karena hati saya pada dasarnya  hati yang sangat lembut dan punya kepudulian yang besar terhadap orang laing. Dalam hati saya selalu ada pikiran dan niat kalau saya jadi orang yang diberikan kemudahan harta dan menjadi kaya atau berkecukupan saya akan peduli dan terus membantu ke orang yang susah yang ada di Aceh maupun di Malaysia.



Pada suatu hari, hari yang naas bagi saya. Saat itu pas saya mau pulang ke Aceh dan saya sudah mengumpulkan semua uang atau barang yag mau di kirim memalui  saya ke kampung. Pada malam besok saya mau pulang saya menginap di tempat kerja para ilegal tersebut. Semua barang sudah saya kemaskan masukin dalam tas dan masukin kardus. Segala macam barang mulai dari HP dan pakaian yg dikirim para pekerja ke keluarganya di kampung melalui saya sudah terbungkus dengan rapi.



Pada malam itu tepat tengah malam disaat saya dan pekerja illegal sedang enak tidur , Polisi Diraja Malaysia melakukan operasi untuk mencari pekerja ilegal. Saat Polisi datang para pekerja berhamburan berlari menyalamatkan diri dan Saya tinggal di tempat itu dan saya memutuskan tidak lari kemana-mana karena saya beralasan saya ada paspor.





Dengan penuh amarah dan kejam polisi Diraja Malaysia membakar seluruh gubuk atau kios tempat penginapan pekerja ilegal beserta barang bawaan saya seperti tas dan semuanya, dan saya tidak mau membawa siswanya kemana, dan sebagian diambil oleh polisi tanpa sepengatahuan saya karena pada saat itu saya juga di tangkap kemudian di bawa kelapangan untuk proses surat-surat izin tinggal di Malaysia. Akhirnya saya di lepas karena ada paspor dan saya dipukul sebelumnya sampai berdarah. Saya coba melawan juga karena tidak tahan di tendang karena itu akhirnya saya di bebaskan. Saya langsung ke tempat gubuk yang di bakar tadi,  saya hanya bisa menyaksikan barang-barang sudah tinggal sisa.



Kebetulan  pada saat itu  saya tidur di sebuah kantin di tempat kerja yang kantin ini juga punya org kampung saya. Dan akhirnya saya ke kantin tersebut setelah tiba di kantin itu saya melihat barang-barang  saya hanya tinggal sisa bakar dan karena kejadian itu membuat saya trauma dan berniat untuk berhenti dan kembali ke Aceh.



saya mencari cara utk pulang ke Aceh sehelai baju dan celana dan paspor saya naik pesawat langsung ke menuju Medan, Sumatra Utara karena saat itu Cuma ada pesawata Malaysia dan Medan. Dan para pekerja yang lari saat operasi tidak pernah ketemu lagi sama saya. Karena mereka masih senbunyi di hutan dan saya langsung terbang ke Aceh seperti film  hero di saat akhir-akhir  episode dalam perfileman hindia.



Setelah sampai di Medan saya membeli baju buat ganti saya. Kebetulan pada saat operasi saya ada uang di dompet sekitar  RM 8000 ringgit kalau dirupiahkan pada saat itu sekitar 20 juta rupiah , Dengan perlindungan Allah uang itu tidak di ketahui oleh polis itu saat di geledah tubuh saya dengan uang itulah saya bisa beli apa-apa yg saya  butuhkan pada saat itu. Mengenai barang kiriman yang di bakar itu, saya bayar ke yang punya setengah harga misalnya  harga HP Rp. 1 jta.  Saya bayar ke yang punya barang yang mau di kirim melalui Saya itu Rp. 500 ribu karena mereka juga maklum saya musibah dan ada juga yang tidak meminta di bayar. Dan akhirnya simpanan uang saya di bank juga habis karena untuk membayar barang-barang yang di titipkan ke saya itu sudah hilang entah kemana.



Setelah kejadian musibah gempa dan tsunami pada akhir tahun 2004, para pekerja ilegal dari Aceh itu mendapatkan keringanan dengn mendapatkan kartu bebas untuk warga aceh di Malaysia sebagai bantuan Malaysia kepada rakyat Aceh karena sedang musibah tsunami. kalau sudah bebas berarti mereka sudah bisa berpindah dan berpergian kemana-kemana seperti mau ke kota bebas dan mau ke bank bebas juga. Dan hal ini otomatis pengiriman uang atau barang lewat bank saja dan otomatis pengiriman lewat saya berkurang dan saya memilih untuk tinggal lagi  di Malaysia dengan memulai menggeluti berbagai macam pekerjaan lainya. Saya sempat menjadi buruh bangunan, bawa truk tabah di proyek.dan terakhir jualan di pasar borong pandan Johor Bahru Malaysia sampai ke  Sempadan Singapore. Dan Alahmudlillah di situ saya ketemu jodoh saya seorang istri saya bersuku jawa berasal dari purwokerto dan kami saya dan istri tinggal di Malaysia. Kemudian pada saat istri mengandung sampai 8 bulan saya bawa pulang Aceh sampai anak saya lahir . Kemudian Saya masuk  ke Malaysia lagi dan anak istri di Aceh sampai umur anak 10 bulan mereka masuk ke Malaysia menyusul saya.
Saya dan Anak Saya

akhirnya ketika umur anak saya mencapai  2,5 tahun kami sekeluarga memutuskan pulang ke Aceh karena adik kandung saya meminta saya pulang untuk membantunya guna pas waktu itu di Kabupaten Aceh Selatan ada pertambangan emas sekitar tahun 2010. Dan Saya bekerja disana tidak lama sekitar setahunan karena saya gagal sukses padahal selama 7 bulan itu saya sudah ada beberapa sarana untuk pengolahan emas akhirnya smua itu juga hilang karena gagal sukses dalam usaha membuat saya sedikit putus asa dan akhirnya saya dan istri dan 1 orang anak memilih untuk merantau dan melanjutkan hidup di jawa di KOTA PURWORKERTO.





Bersambug ke part II …………..

1 komentar: