Saturday, February 20, 2010

Pangkalan Brandan, Sumur Perintis Berusia 125 Tahun

Kilang Pangkalan Brandan tinggal kenangan

Lapangan minyak Pangkalan Brandan tinggal kenangan. Setelah 125 tahun 'diperah', Pangkalan Brandan kini tak lagi menyisakan minyak dan gas dan akan ditutup oleh Pertamina. Inilah sekelumit kisah tentang Pangkalan Brandan. Kisah heroik pejuang Aceh dan muhibah utusan Sriwijaya merupakan kisah tentang awal mula diketahui adanya minyak bumi di Indonesia. Namun sumur tidak ditemukan di Aceh, tapi justru di Sumatera Utara (Sumut), persisnya di Desa Telaga Said, Kecamatan Sei Lepan, Kabupaten Langkat, sekitar 110 kilometer barat laut Medan, ibukota Sumatera Utara. Penemu sumur minyak pertama ini adalah seorang warga Belanda bernama Aeliko Janszoon Zijlker, yang merupakan ahli perkebunan tembakau pada Deli Tobacco Maatschappij, perusahaan perkebunan yang ada di daerah ini pada masa itu. Penemuan itu sendiri merupakan buah perjalanan waktu dan ketabahan yang mengagumkan.


Prosesnya dimulai setelah Zijlker mengetahui adanya kemungkinan kandungan minyak di daerah tersebut. Ia pun menghubungi sejumlah rekannya di Belanda untuk mengumpulkan dana guna melakukan eksplorasi minyak di Langkat. Begitu dana diperoleh, perizinan pun diurus. Persetujuan konsesi dari Sultan Langkat masa itu, Sultan Musa, diperoleh pada 8 Agustus 1883. Tak membuang waktu lebih lama, eksplorasi pertama pun segera dilakukan Zijlker. Namun bukan di tempat sumur minyak pertama itu, melainkan di daerah yang belakangan disebut sebagai sumur Telaga Tiga.


Namun minyak mentah yang diperoleh kurang menggembirakan. Dan pada 17 November 1884, setelah pengeboran berlangsung sekitar dua bulan, minyak yang diperoleh hanya sekitar 200 liter. Semburan gas yang cukup tinggi dari sumur Telaga Tiga, membuyarkan harapan untuk mendapatkan minyak yang banyak. Namun Zijlker dan kawan-kawan tidak berhenti sampai di situ. Mereka kemudian mengalihkan kegiatannya ke daerah konsesinya yang berada di sebelah timur. Untungnya memang konsesi yang diberikan Sultan Musa cukup luas, mencakup wilayah pesisir Sei Lepan, Bukit Sentang sampai ke Bukit Tinggi, Pangkalan Brandan, sehingga bisa mencari lebih banyak titik pengeboran.


Pilihan kedua jatuh ke Desa Telaga Said. Di lokasi kedua ini, pengeboran mengalami sedikit kesulitan karena struktur tanah lebih keras jika dibandingkan dengan struktur tanah di Telaga Tiga. Usaha memupus rintangan struktur tanah yang keras itu, akhirnya membuahkan hasil. Saat pengeboran mencapai kedalaman 22 meter, berhasil diperoleh minyak sebanyak 1.710 liter dalam waktu 48 jam kerja. Saat mata bor menyentuh kedalaman 31 meter, minyak yang dihasilkan sudah mencapai 86.402 liter. Jumlah itu terus bertambah hingga pada 15 Juni 1885, ketika pengeboran mencapai kedalaman 121 meter, tiba-tiba muncul semburan kuat gas dari dalam berikut mintak mentah dan material lainnya dari perut bumi. Sumur itu kemudian dinamakan Telaga Tunggal I.


Penemuan sumur minyak pertama di Nusantara ini berjarak sekitar 26 tahun dari penemuan sumur minyak komersial pertama di dunia pada 27 Agustus 1859 di Titusville, negara bagian Pennsylvania, yang diprakarsai Edwin L. Drake dan William Smith dari Seneca Oil Company. Zijlker memang bukan orang pertama yang melakukan pengeboran minyak di Indonesia. Bahkan pada saat yang hampir bersamaan dengan Zijlker, seorang Belanda lainnya Kolonel Drake, juga tengah melakukan pencarian ladang minyak di Pulau Jawa, namun Zijlker mendahuluinya. Semburan minyak dari Sumur Telaga I jadi momentum pertama keberhasilan penambangan minyak di Indonesia. Nama Aeliko Janszoon Zijlker pun tercatat dalam Sejarah Pertambangan dan Industri Perminyakan Indonesia, sebagai penemu sumur minyak pertama dalam sejarah perminyakan di Indonesia yang telah berberusia 122 tahun hingga saat ini.


Telaga Tunggal I itu sendiri akhirnya akhirnya berhenti operasi pada tahun 1934 setelah habis minyaknya disedot pemerintah Belanda yang mengelola ladang minyak ini melalui perusahaan Bataafsche Petroleum Matschappij (BPM). Ketika ditinggalkan pada tahun 1934, jutaan barel minyak sudah berhasil dikeluarkan dari bumi Langkat melalui Sumur Telaga Tunggal. Beberapa sumur lainnya juga ditemukan di sekitar areal Telaga Tunggal I, namun juga sudah ditinggalkan sejak lama. Setidaknya ada empat bekas sumur minyak di sekitar itu. Lokasinya juga tidak tidak bergitu berhjauhan, hanya dipisahkan sebuah bukit. Tetapi setelah 119 tahun, sejak pemboran pertamanya, sumur itu ternyata tidak benar-benar kering. Beberapa tahun belakangan, minyak menetes dari pompa minyak yang terdapat di situ. Tetesan minyak dari sumur-sumur di kawasan itu masih ada sampai sekarang. Sementara di beberapa sudut, minyak juga merembes, membasahi daun-daun kering dan rumput di sekitarnya. Tetesan minyak ini bukannya tidak berguna. Warga sekitar yang mengumpulkannya dalam drum, lantas dijual kepada kilang minyak Pertamina di Pangkalan Brandan untuk diolah menjadi BBM.



Pertamina DOH NAD Area Operasi Pangkalan Brandan yang mengelola areal sejarah ini, memang mempunyai kebijakan untuk memberdayakan masyarakat untuk mengumpulkan sisa-sia minyak dari sumur. Selain untuk menjaga agar tidak terjadi pencemaran, juga untuk memberdayakan ekonomi masyarakat. Uang yang diperoleh dari penjualan minyak itu selanjutnya menjadi kas LKMD warga. Membicarakan Sumur Minyak Telaga I tidak bisa lepas dengan Kilang Minyak Pangkalan Brandan. Keduanya saling berkaitan. Catatan sejarah perjuangan bangsa juga melekat di sini. Kilang Pangkalan Brandan yang dikelola Unit Pengolahan (UP) I Pertamina Brandan, merupakan salah satu dari sembilan kilang minyak yang ada di Indonesia, delapan lainnya adalah, Dumai, Sungai Pakning, Musi (Sumatera), Balikpapan (Kalimantan), Cilacap, Balongan, Cepu (Jawa), dan Kasim (Papua).



Ketika dibangun N.V. Koninklijke Nederlandsche Maatschappij pada tahun 1891 dan mulai berpoduksi sejak 1 Maret 1892, kondisi Kilang minyak Pangkalan Brandan, tentu saja tidak sebesar sekarang sekarang ini. Waktu itu peralatannya masih terbilang sederhana dan kapasitas produksi juga masih kecil. Bandingkan dengan kondisi sekarang, kilang yang berada di Kecamatan Babalan Langkat saat ini berkapasitas 5.000 barel per hari, dengan hasil produksi berupa gas elpiji sebanyak 280 ton per hari, kondensat 105 ton per hari, dan beberapa jenis gas dan minyak. Nilai sejarah kilang ini terangkum dalam dua aspek. Aspek pertama adalah memberi andil bagi catatan sejarah perminyakan Indonesia, sebab minyak pertama yang diekspor Indonesia bersumber dari kilang ini. Momentum itu terjadi pada 10 Desember 1957, yang sekarang diperingati sebagai hari lahir Pertamina, saat perjanjian ekspor ditandatangani oleh Direktur Utama Pertamina Ibnu Sutowo dengan Harold Hutton yang bertindak atas nama perusahaannya Refining Associates of Canada (Refican). Nilai kontraknya US$ 30.000.


Setahun setelah penandatanganan kontrak, eskpor dilakukan menuju Jepang dengan menggunakan kapal tanki Shozui Maru. Kapal berangkat dari Pangkalan Susu, Langkat, yang merupakan pelabuhan pengekspor minyak tertua di Indonesia. Pelabuhan ini dibangun Belanda pada tahun 1898. Sedangkan aspek kedua adalah nilai perjuangan yang ditorehkan putra bangsa melalui kilang ini. Kisah heroiknya berkaitan dengan Agresi Militer I Belanda 21 pada Juli 1947, yakni aksi bumi hangus kilang. Aksi bumi hangus dilaksanakan sebelum Belanda tiba di Pelabuhan Pangkalan Susu, yakni pada 13 Agustus 1947. Maksudnya, agar Belanda tidak bisa lagi menguasai kilang minyak itu seperti dulu. Selanjutnya, aksi bumi hangus kedua berlangsung menjelang Agresi Militer II Belanda pada 19 Desember 1948. Tower bekas aksi bumi hangus itu masih dapat dilihat sampai sekarang. Nilai historis yang terkandung dalam aksi bumi hangus ini, terus diperingati sampai sekarang. Pada 13 Agustus 2004 lalu, upacara kecil dilaksanakan di Lapangan Petralia UP I Pertamina Brandan, yang kemudian bersamaan dengan dekralasi pembentukan Kabupaten Teluk Aru, sebagai pemekaran Kabupaten Langkat.



sumber : Khairul Ikhwan - detikFinance

Analisis Kegagalan (Failure Analysis Explanation) II

Dalam mempelajari setiap kegagalan, analis harus mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan atau alasan-alasan atas suatu kejadian. Mungkin saja sejumlah faktor berhubungan satu dengan yang lainnya harus dimengerti untuk menentukan penyebab utama kegagalan. Analis berperan seperti Sherlock Holmes dalam memecahkan suatu masalah, harus hati-hati dalam menganalisis dan mengevaluasi semua bukti yang ada, kemudian membuat hipotesa atau flow-chart kejadian. Jika suatu kegagalan dapat disimulasikan sesuai dengan kondisi kerja di laboratorium, akan dapat dipelajari bagaimana kegagalan tersebut
dapat terjadi.


Langkah-langkah atau ProsedurAnalisis Kegagalan (II):

  1. Deskripsi dari terjadinya kegagalan, (mendokumentasikan terjadinya kegagalan. Informasi berkaitan seperti disain komponen, jenis material, sifat material, fungsi komponen).
  2. Pemeriksaan visual, (mendokumentasikan pengamatan yang dilakukan ditempat kejadian).
  3. Analisis tegangan, (Ketika komponen yang bekerja melibatkan adanya beban, maka analisis tegangan sangat diperlukan untuk mengetahui apakah tegangan yang bekerja berada dibawah sifat mekanik material).
  4. Pemeriksaan komposisi kimia, (kesesuaian dengan komposisi kimia standar material).
  5. Fraktografi, (pemeriksaan permukaan patahan dengan mikroskopoptik dan elektron untuk mengetahui mekanisme patahan).
  6. Metalografi.
  7. Sifat-sifat material, (biasanya dengan pengujian kekerasan sudah cukup untuk mengetahui sifat-sifat mekanik material dan dilakukan tanpa merusak sampel).
  8. Simulasi, (apabila memungkinkan).



Alternatif prosedur analisis kegagalan (ASM Metals Handbook 8th edition (III):

  1. Mengumpulkan data-data dan menyeleksi sampel.
  2. Pemerisaan awal dari komponen yang mengalami kegagalan (pengamatan visual).
  3. Non Destructive Testing.
  4. Pengujian mekanik (bandingkan dengan komponen yang baik).
  5. Pemilihan, identifikasi, bersihkan dan bandingkan dengan komponen yang tidak gagal.
  6. Pemeriksaan makro, analisis dan dokumentasikan (permukaan patahan, retakan kedua dan fenomena lain dipermukaan patahan).
  7. Metalografi (mikroskop optik dan elektron (jika diperlukan)).
  8. Pemilihan dan preparasi spesimen metalografi.
  9. Pemeriksaan dan analisis spesimen metalogarfi.
  10. Tentukan mekanisme kegagalan.
  11. Analisis komposisi kimia (bakalan, lokal, produk korosi dipermukaan, endapan lapisan).
  12. Analisis mekanika retakan.
  13. Pengujian dengan simulasi.
  14. Analisis semua bukti-bukti, formulasikan kesimpulan dan buat laporan tertulis (termasuk rekomendasi).


Pertanyaan-pertanyaan tentang patahan:

Banyaknya bagian diperhatikan dalam menyelidiki suatu patahan dapat dibagi dalam 10 bagian yang harus dijawab dengan hati-hati. Dari semuanya mungkin ada yang tidak perlu dan mungkin salah satunya menjadi kunci.

1. Permukaan patahan

  1. apa jenis patahannya? Permukaan patahan dapat menceritakan sejarah komponen. Dengan perhatian yang cukup dapat digali suatu informasi. Jangan langsung mengambil kesimpulan terhadap suatu patahan. Semua informasi harus dievaluasi terlebih dahulu sebelum mengambil keputusan (ini sangat penting!). Pemeriksaan seluruh daerah komponen diperlukan.
  2. apakah patahan yang sebenarnya terlihat dengan baik? Jika ya, apakah terletak dipermukaan atau dibawah permukaan? Letak awal retakan tergantung pada gradien tegangan dan kekuatan.
  3. Apa hubungan antara arah patahan terhadap arah patahan normal atau yang diperkirakan? Arah patahan mempunyai hubungan yang spesifik dengan arah tegangan yang menyebabkan patah.
  4. Berapa banyak awal retakan yang ada? Berkaitan dengan seberapa besar tegangan aktual terhadap kekuatan aktual komponen pada daerah yang mengalami kegagalan.

  5. Apakah ada bukti terjadi korosi atau material lain pada permukaan patahan? Ini menandakan ada retakan awal sebelum terjadi patah.
  6. Adakah tegangan yang tidak terarah atau kebalikannya? Jika tegangannya hanya satu arah, tetapi patahan memperlihatkan adanya tegangan pada arah yang lain dapat diasumsikan operasi tidak benar.


2. Permukaan komponen

  1. Apa pola kontak dipermukaan komponen? Ini penting, tanda yang terbentuk dipermukaan akan menyimpulkan gaya-gaya yang bekerja (witness marks). Tandanya mungkin hanya terpoles sedikit atau terjadi keausan.
  2. Apakah permukaan telah terdeformasi oleh pembebanan selama beroperasi atau rusak karena patahan? Tingkat deformasi tergantung pada sifat mekanik material, seberapa besar dan gaya yang bekerja menyebabkan deformasi.
  3. Adakah bukti lain dari kerusakan dipermukaan komponen akibat dari proses manufaktur, perakitan, perbaikan atau perawatan? Tandatanda seperti akibat penggerindaan, jeleknya pengelasan/pelapisan, korosi, aus dll.



3. Disain dan geometri

  1. Adakah hubungannya dengan konsentrasi tegangan ? (lubang, ulir, lubang pasak, lubang oli, tanda identifikasi, dll).
  2. Apakah komponen cenderung relatif kaku atau fleksibel seperti pegas?
  3. Apakah komponen didisain tanpa adanya cacat? Kadang-kadang komponen ditemukan seakan-akan didisain untuk gagal.
  4. Bagaimana komponen tersebut bekerja setelah dirakit? Fungsi dan pengoperasian harus dimengerti dengan baik sebelum dilakukan analisis.
  5. Apakah dimensi komponen tersebut benar? Jika mungkin, periksa komponen dengan gambar tekniknya. Mungkin ukuran tidak akurat. Jika komponen mengalami keausan atau korosi, pengukuran dimensi diperlukan.


4. Proses manufaktur

  1. Adakah ketidakkontinyuan internal atau konsentrasi tegangan yang menjadi penyebab? Pada umumnya logam mempunyai mikrodiskontinyuitas yang tidak dapat dihindarkan dan tidak berbahaya pada kerja normal. Tetapi, masalah serius dapat saja terjadi dan akan mengganggu pada kondisi normal.
  2. Jika logam tempa, apakah ada sambungan, inklusi, atau masalah tempa seperti butir, lipatan, atau ketidak kontinyuan yang berpengaruh terhadap unjuk kerja.
  3. Jika logam cor, adakah penyusutan, beku dini, porositas, atau ketidakkontinyuan pada dekat permukaan komponen? Jika berada dibagian dalam tegangannya kecil dan tidak berbahaya, tetapi dengan proses pemesinan cacat-cacat tersebut akan menjadi dekat dengan permukaan.
  4. Jika proses pengelasan, apakah patahan dilasan atau daerah pengaruh panas (HAZ) dekat lasan? Jika dilasan, berarti ada porositas, undercut, under crack, penetrasi dangkal atau masalah lain sebagai penyebab. Jika di HAZ dekat lasan bagaimana sifat-sifat logam induk terpengaruh oleh panas dari hasil pengelasan?
  5. Jika komponen dilaku panas, apakah telah dilakukan dengan benar? Banyak masalah yang terjadi akibat proses laku panas, termasuk tipisnya daerah yang dikeraskan pada pengerasan permukaan, dekarburasi, butir sangat kasar, overtempering, undertempering dan struktur mikro tidak benar.


5. Sifat-sifat material

  1. Apakah sifat mekaniknya sesuai dengan aplikasi? Pengukuran yang paling sederhana untuk mengetahui sifat mekanik adalah dengan pengujian kekerasan (lakukan konversi ke kekuatan tarik). Jika diperlukan lakukan pengujian tarik.
  2. Apakah sifat fisiknya sesuai dengan aplikasi? Pada piston dan silinder perlu diketahui koefisien ekspansi panas. Atau sifat fisik lainnya seperti massa jenis, temperatur cair.


6. Hubungan tegangan aplikasi dan tegangan sisa

Tegangan sisa yang telah ada sebelumnya (hasil dari proses) mempunyai efek yang besar "baik atau buruk" terhadap komponen.


7. Komponen yang berdekatan

  1. Apakah adanya komponen yang berdekatan mempunyai pengaruh terhadap komponen yang mengalami kegagalan? Harus diperhatikan bahwa komponen yang patah mungkin bukan yang utama, atau bukan yang asli (sudah pernah diganti). Rusak karena terjadi malfunction dari komponen lain pada saat dirakit.
  2. Apakah baut terpasang/dikencangkan dengan baik? Baut yang longgar dapat menyebabkan pembebanan menjadi tidak normal.


8. Perakitan

  1. Adakah bukti adanya ketidaktepatan/ketidakbenaran perakitan yang menyebabkan komponen patah?
  2. Adakah bukti dari ketidaktepatan proses pemesinan, pembentukan, atau akumulasi toleransi? Ini dapat menyebabkan gangguan dan tidak normalnya tegangan yang bekerja di komponen.
  3. Apakah perakitan menyebabkan terjadinya defleksi berkelanjutan dibawah tegangan yang bekerja? Contohnya pada poros transmisi dengan diameter kecil dan panjang dimana bekerja gaya puntir dan bending, defleksi berkelanjutan selama operasi akan terjadi dan menyebabkan kontak dengan roda gigi tidak baik.


9. Kondisi operasi

Sangat sulit untuk diteliti, karena telah melibatkan orang dan biasanya bersifat defensif, tetapi penting untuk ditanyai tentang mekanisme serta saksi-saksi lainnya tentang kegagalan atau
kecelakaan. Ini dilakukan untuk mengetahui jika ditemukan adanya kejanggalan, seperti suara yang asing, bau, asap atau kejadian lainnya yang dapat membantu menjelaskan masalah.


Pertanyaan yang diajukan adalah:

  1. Adakah bukti bahwa peralatan mengalami kelebihan kecepatan atau kelebihan beban? Setiap peralatan sudah didisain kemampuan dan pembebanannya. Jika batasnya terlampaui, akan timbul masalah.
  2. Adakah bukti bahwa telah terjadi kesalahan penggunaan mesin selama beroperasi atau digunakan bukan untuk peruntukannya.
  3. Apakah mesin atau konstruksi dirawat yang dengan baik sesuai dengan yang direkomendasikan? Contohnya pada pelumasan, apakah dilakukan penggantian pelumas secara teratur? Apakah pelumasnya tepat? Apakah seal/gasket (paking-pakingnya) masih baik atau sudah jelek sehingga terjadi kebocoran?
  4. Bagaaimana kondisi umum dari mesin tersebut? Apakah harus diganti dengan yang baru?


10. Reaksi dengan lingkungan

Setiap komponen yang terpasang pada suatu mesin telah terekspos oleh lingkungan selama digunakan. Reaksi dengan lingkungan menjadi faktor penting yang tidak boleh diabaikan dalam analisis kegagalan. Masalah yang timbul berkaitan dengan lingkungan dapat meningkat dimana saja; saat pemesinan, pengiriman, penyimpanan, perakitan, perawatan dan operasi.

  1. Apakah terjadi reaksi kimia pada komponen tersebut dari proses pembuatan hingga pemakaian? Berbagai jenis korosi dan terekspos hidrogen (misalnya pada saat pencucian asam, electroplating, dll). Adanya hidrogen, pada berbagai keadaan menyebabkan terjadinya penggetasan hidrogen atau pembentukan blister/gelembung dipermukaan. Situasi lain misal pada stress corrosion cracking.
  2. Pada keadaan panas seperti apa komponen terekspos? Terjadi panas yang tidak merata? Jika satu bagian terkena panas berlebih dapat menyebabkan pencairan setempat atau terjadi pemanasan setempat.


Friday, February 19, 2010

Pemilihan Material Dalam Desain Mekanikal

PENGENALAN

1.1. Pendahuluan dan Ringkasan

Design adalah satu kata yang mempunyai banyak arti bagi setiap orang. Setiap benda yang hasil buatan pabrik seperti topi seorang wanita sampai ke gearbox yang berminyak bisa disebut sebagai design. Atau bahkan bisa berarti lebih luas lagi. Alam bagi beberapa orang adalah suatu desain tuhan, sedangkan bagi beberapa orang lain adalah design akibat seleksi alam, yaitu genetic algorithm yang sempurna. Karena itu kita harus menyempitkan pembahasan kita tentang desain.


Komponen-komponen mesin mempunyai massa, membawa beban, menghatarkan panas dan listrik, diletakan pada lingkungan yang korosif dan mengalami kehausan, terbuat dari satu atau lebih material memiliki bentuk dan harus dibuat pabrik ( gambar 1.1 ).


Material punya batasan pada design awalnya ketika manusia membuat pakaian, pemukiman, dan alat perang, desain material yang digunakan masih terbatas. Tapi sekarang material dan proses untuk membentuknya sedang mengalami perkembangan yang cepat dibandingkan dengan waktu sebelumnya dalam sejarah, tantangan dan kesempatan yang ada di zaman sekarang ini lebih besar daripada sebelumnya.


1.2. Material dalam desain

Desain adalah proses menterjemahkan ide-ide baru atau kebutuhan pasar menjadi informasi detil suatu produk dapat dibuat. Setiap langkah-langkah design membutuhkan keputusan untuk menggunakan material apa dalam membuat produk tersebut dan proses pembuatannya. Umumnya pemilihan material itu ada didalam standard design. Tetapi kadang-kadang suatu produk baru atau kelanjutan dari produk sebelumnya dapat dibuat atau disarankan untuk dibuat dengan material baru. Jumlah material yang tersedia untuk kebutuhan para engineer sangat banyak, antara 40000 – 80000 jenis. Dan walaupun adanya standarisasi telah mengurangi jumlah ini, munculnya material-material baru dengan sifat yang lebih baik bahkan menambah jumlah material.


Karena itu bagaimana caranya seorang engineer memilih material yang paling cocok dengan kebutuhannya? Apakah dia harus bergantung kepada pengalaman, atau adakah suatu prosedur sistematis yang dapat disusun untuk membuat suatu keputusan rasional. Jawaban pertanyaan ini bergantung kapada tingkatan desain yang telah dicapai. Pada mulanya suatu desain memiliki banyak pilihan, semua material harus diperhatikan. Seiring dengan makin focusnya desain kriteria pemilihan material makin ketat dan akhirnya makin sedikit daftar material yang sesuai dengan desain. Kemudian data – data yang akurat tentang material dibutuhkan dan suatu cara lain dalam menganalisa pemilihan material harus digunakan. Pada tahap akhir suatu desain, dibutuhkan data-data yang presisi, tapi hanya untuk beberapa material saja. Prosedur – prosedur tersebut harus melibatkan pilihan awal yang banyak kemudian menyempitkannya hanya tinggal beberapa lalu kalkulasi desain akhir dilakukan berdasarkan detail dan presisi pilihan-pilihan tersebut.

Gambar 1.1 fungsi, material, proses dan bentuk hubungan.


Pemilihan material juga bergantung kepada proses pembentukan, penyambungan, penyelesaian akhir material, dan perlakuan-perlakuan lainnya, Pemilihan material dan pemoprosesan material membutuhkan biaya. Dan harus disadari juga, desain yang bagus secara teknis tidak cukup untuk menjual suatu produk. Hampir semua produk, mulai dari peralatan rumah tangga hingga automobile dan pesawat terbang, membutuhkan pertimbangan atas factor-faktor yang dapat memberikan kepuasan kepada pengguna, seperti, bentuk, tekstur, warna, dan lain-lain. Aspek estetika ini (disebut juga desain industrial) tidak dimasukan kedalam kurikulum jurusan teknik, tapi jika diabaikan membuat suatu prabrik kehilangan konsumen. Suatu desain yang bagus dan baik juga dapat memberikan kepuasan.


Pemilihan desain hampir selalu berkesinambungan.permasalahan desain tidak memiliki suatu solusi yang tepat, waktu adalah solusi yang lebih baik dari sebelumnya. Ini berbeda dengan permasalahan-permasalahan analisis yang digunakan dalam mengajarkan mekanika, struktur, thermodinamika, atau bahkan material yang biasanya memiliki suatu jawaban tunggal yang tepat. Jadi, peralatan pertama yang dibutuhkan seorang engineer adalah pikiran yang luas yaitu suatu kemauan untuk memperhatikan segala kemungkinan. Ibarat jaring yang ditebarkan dapat menjaring banyak ikan, dibutuhkan suatu prosedur dalam menyeleksi mana yang baik dan mana yang kurang baik.


Aspek material dalam proses design sangat diperlukan.Ini juga dikembangkan suatu metodelogi yang jika digunakan secara sesuai dapat menjadi petunjuk dalam menentukan keputusan sulit yang dihadapi seorang desainer. Mereka memetakan material dan langkah melakukan proses pemilihan diantara yang terdapat ditanah, jadi untuk dibicarakan dan survey sederhana untuk menentukan pemilihan terhadap matarial yan potensial. Pengenalan tentang material dan proses diberikan, kemudian pembahasan tentang grafik pemilihan material dan proses yang mempermudah tahap pertama pemilihan material. Hubungan antara material dan bentuk juga dibahas, juga permasalahan optimisasi keseimbangan performance dan biaya. Kemudian dibahas permasalahan menemukan data sifat-sifat material dan atribut proses, karena tanpa data-data ini metode – metode desain tidak akan dapat diterapkan. Peran estetika dalam engineering juga dibahas. Factor yang menggerakan perubahan dalam dunia material diberikan. Apendiks berisi informasi – informasi yang berguna.


Metodelogi ini memiliki aplikasi lain, yaitu memberikan strategi dalam pengembangan material, khususnya komposit dan material terstruktur seperti, Pelat penyaringan. Metodelogi ini menjelaskan cara – cara menentukan aplikasi paling sesuai untuk material baru. Dan ini semua dapat diimplementasikan ke computer seperti computer- aided-design, permodelan fungsi, rutin optimasasi, dan lain – lain.



1.3. Evolusi Material Teknik

Sepanjang sejarah, desain material sangat terbatas. Manusia menamakan zaman sesuai material yang digunakan Batu, tembaga, besi. Dan ketika ia mati, material yang dianggap berharga ditanam bersamanya Tutankhamen dengan keeping – keeping kaca berwarna di sarchophagusnya, agamemmnon dengan pedang tembaga dan topeng emasnya, masing – masing mempresentasikan teknologi termutakhir di zamannya.

Jika mereka hidup dan mati sekarang, apa yang kira-kira yang akan dibawa ke kuburnya? Jam tangan titanium mungkin atau raket tennis carbon-fibre reinforced atau sepeda gunung metal –matrix composite atau helm polymer-ethyl-ketone. Ini bukan zaman satu material, pada saat ini terdapat sangat banyak material. Tidak pernah ada zaman dimana evolusi material sangat cepat dan variasi sifat-sifatnya sangat banyak. Daftar material yang tersedia untuk para engineer sangat banyak sehingga seorang desainer yang tamat 20 tahun yang lalu bisa lupa atau bahkan tidak tahu dari setengah dari yang ada dalam daftar tersebut. Tetapi “ tidak tahu” adalah bencana bagi seorang desaineer. Desain inovatip (sering berarti eksploitasi imajinatif terhadaf sifat-sifat yang tersedia pada material baru atau material yang telah dikembangkan lebih lanjut. Dan untuk orang-orang awam bahkan anak-anak sekolah ‘tidak tahu’ berarti telah melewatkan perkembangan yang terjadi pada zaman kita, zaman material mutakhir.


Evolusi material ini digambarkan pada gambar 1.2. material prasejarah (10000 BC, zaman batu) adalah keramik dan gelas, polimer alam dan komposit. Senjata- biasanya ini adalah teknologi yang paling mutakhir-dibuat dari kayu dan batu., bangunan terbuat dari kayu dan batu. Emas dan perak alami ada dilingkungan sekitar mereka tetapi tidak berperan dalam teknologi. Penemuan tembaga dan perunggu dan besi (zaman perunggu 4000Bc-1000Bc dan zaman besi 1000Bc-1620Sm) mendorong kemajuan teknologi, mengganti peralatan dan senjata kayu yang digunakan sebelumnya. Teknologi pengecoran logam (1620Sm) menegaskan dominasi logam dalam teknologi, dan evolusi baja (1850), light alloys (1940s) dan paduan-paduan khusus kemudian menguatkan posisi tesebut. Hingga 1960s,” material teknik berarti logam”. Para engineer diberi kuliah metallurgy, yang lain hanya sekali saja dibahas.


Tentu saja perkembangan material lain berjalan. Semen Portland, refractory, fused silica yang termasuk keramik,dan karet, bakelit hingga polyethylene yang termasuk polymer. Tetapi kontribusinya dipasar material tidak terlalu tinggi. Sejak 1960, semua telah berubah. Laju pengembangan paduan logam baru sekarang menurun permintaan baja dan besi cor dibeberapa Negara bahkan jauh. Industri polymer dan komposit disis lain mengalami perkembangan cepat, dan projeksi pertumbuhan produksi keramik-keramik performa tinggi baru juga menunjukan ekspansi yang cepat.


Gambar.1.2. evolusi material teknik terhadap waktu. ”kepentingan relative” pada masa batu dan besi dalam penemuan archeologi, dan hal itu dalam tahun 1960 disimpan dan dipelajari di Universitas di UK dan US; dan ditahun 2020 pada perdiksinya material dibuat dengan robot otomatis di pabrik. Skala waktu tidak linier. Jarak perubahan jauh lebih cepat daripada dibeberapa waktu yang lalu dalam sejarah.


Sumber : Material selection In mechanical Design Handbook

Saturday, February 13, 2010

Analisis Kegagalan (Failure Analysis Explanation) I


Failure:

Suatu kondisi dimana peralatan tidak berfungsi sebagaimana yang dimaksud, apakah karena total breakdown atau efisiensinya menurun drastis. Dapat juga dikatakan bahwa failure adalah penyimpangan negatif dari unjuk kerja secara normal. Kondisi ini bisa mengarah kepada atau menyebabkan kerugian secara finansial maupun membahayakan keselamatan operator, masyarakat atau lingkungan sekitar.


Komponen peralatan yang telah lama beroperasi akan rusak. Kerusakan semacam ini adalah wajar mengingat bahwa masa pakainya cukup lama, sesuai dengan yang direncanakan. Suatu komponen dikatakan gagal bila komponen tersebut tidak dapat berfungsi seperti yang dirancang. Hal ini terjadi dalam masa pakai yang pendek, atau lebih singkat daripada umur yang diharapkan.


Kegagalan yang paling ekstrem adalah bilamana komponen patah atau pecah. Yang lainnya adalah adanya retakan pada komponen, korosi yang berlebihan, ataupun keausan.Suatu komponen juga dapat dikatakan gagal apabila prestasi peralatan tidak sebagaimana mestinya. Dengan mengetahui sebab kegagalan, maka berbagai tindakan dapat dilakukan.


Analisis kegagalan logam dapat didefinisikan sebagai pemeriksaan atas komponen yang mengalami kegagalan dan keadaan kegagalannya untuk dicari penyebabnya. Penyebab kegagalan dapat dikatagorikan sebagai berikut:

1. Misuse (salah penggunaan): komponen tidak sesuai dengan disain (merupakan penyebab kegagalan yang paling umum).

2. Assembling errors or improper maintenance (kesalahan perakitan/perawatan), misalnya terlepasnya baut atau penggunaan pelumas yang salah.

3. Design errors (kesalahan disain), kesalahan yang paling banyak terjadi, antara lain:

a. ukuran dan bentuk komponen (ditentukan oleh analisis tegangan atau terbatasnya geometri).

b. Material, berkaitan dengan komposisi kimia dan perlakuan (missal perlakuan panas) untuk memperoleh sifat-sifat yang diinginkan.

c. Sifat-sifat, berkaitan dengan analisis tegangan, tetapi sifat-sifat lain seperti ketahanan korosi juga dipertimbangkan.



Persentase penyebab-penyebab kegagalan hasil investigasi pada beberapa industri:

· Improper material selection 38%

· Fabrication defects 15%

· Faulty heat treatments 15%

· Mechanical design fault 11%

· Unforeseen operating conditions 8%

· Inadequate environment control 6%

· Improper or lack of inspection and quality control 5%

· Material mix-up 2%



Improper maintenance merupakan masalah utama sebagai penyebab kegagalan komponen pesawat terbang.

Improper maintenance 44%

· Fabrication defects 17%

· Design deficiencies 16%

· Abnormal service damage 10%

· Defective material 7 %

· Undetermined cause 6%



Faulty design considerations:

a. Ductile fracture (adanya deformasi berlebihan, elastis atau plastis, sobek atau retakan akibat tegangan geser).

b. Brittle fracture (dari cacat atau peningkatan tegangan).

c. Fatigue failure (siklus pembebanan, siklus regangan, siklus termal, korosi lelah).

d. Kegagalan pada temperatur tinggi (creep, oksidasi, pencairan setempat, pembengkokan).

e. Retakan tersembunyi (kegetasan hidrogen, kegetasan kaustik, lingkungan menstimulus pertumbuhan cacat dengan lambat).

f. Berlebihannya peningkatan tegangan berkaitan dengan disain.

g. Kurangnya analisis tegangan atau perhitungan tegangan yang salah pada komponen yang kompleks.

h. Kesalahan dalam mendisain berdasarkan sifat-sifat tegangan yang bekerja.



Faulty processing:

a. Cacat-cacat yang berkaitan dengan komposisi (inklusi, penggetasan karena pengotor, kesalahan material).

b. Cacat-cacat yang berasal dari pembuatan ingot atau pengecoran (segregrasi, porositas, inklusi nonmetalik).

c. Cacat-cacat akibat pengerjaan (deformasi plastis lokal berlebihan, delaminasi, pelipatan).

d. Ketidakteraturan dan kesalahan akibat dengan pemesinan, penggerindaan, pembentukan (terbakar, sobek, retak).

e. Cacat-cacat akibat pengelasan (porositas, undercut, retakan, tegangan sisa, penetrasi dangkal, HAZ).

f. Ketidaknormalan akibat perlakuan panas (overheating, quenchcrack, pertumbuhan butir, austenit sisa berlebihan, dekarburisasi,presipitat).

g. Cacat akibat pengerasan permukaan (karbida dibatas butir, inti lunak, kesalahan siklus pemanasan).

h. Perakitan tidak hati-hati (komponen tidak terpasang dengan baik, adanya kotoran, tegangan sisa).



Deterioration in services:

a. Beban berlebihan atau kondisi beban yang tidak terkontrol.

b. Aus (erosi, kavitasi, pengelupasan).

c. Korosi (korosi tegangan, serangan kimia, korosi lelah, dezinsifikasi).

d. Kurangnya perawatan atau perbaikan yang salah (pengelasan, penggerindaan, pelurusan dingin).

e. Disintegrasi akibat serangan kimia atau serangan oleh logam cair atau pelapisan pada temperatur tinggi).

f. Rusak akibat radiasi.



Analisis kegagalan memerlukan pemahaman tentang berbagai aspek; fungsi komponen sebagai bagian dari suatu sistem peralatan, kondisi operasi dan gejala yang teramati menjelang terjadinya kegagalan. Bila mungkin data material komponen serta proses pengerjaannya akan

banyak membantu. Analisis kegagalan memerlukan pengamatan yang menyeluruh, tetapi

juga tajam dan kritis. Sampel yang diambil sedapat mungkin mampu memberikan gambaran mengenai peristiwa kegagalan. Oleh karenanya lokasi pengambilan harus tepat, serta keadaannya harus sesegar mungkin.


Teknik pemeriksaan yang akan dipakai harus dipilih dengan cermat, yaitu yang diharapkan dapat memberikan petunjuk data yang bermakna. Pengamatan pada daerah yang gagal, misalnya permukaan patahan, retakan, korosi memerlukan pemahaman tentang ciri-ciri

kerusakan.