Saturday, May 19, 2012

Opini Insinyur


Kegalauan Saya terhadap Insinyur Mesin Indonesia


Rekans,
Sekali-kali saya ingin buat e-mail yang rada serius. Terutama melihat kondisi negara saat ini dengan uang yang sangat banyak tapi penciptaan pekerjaan masih relatif sangat sedikit.


Dalam berbagai pertemuan saya selalu bilang bahwa penyebab kejadian ini adalah karena insinyur Indonesia masih "belum" bekerja keras. E-mail ini bukan bermaksud untuk mengkritik namun lebih sebagai sebuah introspeksi & "lessons learned" agar Indonesia dimasa mendatang akan lebih maju lagi. Saya setuju dengan hipotesa bahwa kemajuan negara adalah karena peran dan kemajuan perusahaan-perusaha an di negara tersebut (bukan pemerintahannya). Sedangkan kemajuan perusahaan disebabkan karena inovasi teknologi para insinyur-insinyurnya dalam meng-"create value" di dalam perusahaan tersebut. Artinya semakin inovatif dan berkarya para insinyur di dalam suatu korporasi, maka akan majulah bangsa dan negara tersebut. Jadi disini, kata kuncinya adalah "insinyur" dan "korporasi" dalam memajukan bangsa. Berikut beberapa fakta yang membuat saya galau :

Pembangunan pabrik-pabrik industri max 50% local content. Setiap kali saya membangun pabrik-pabrik industri di Indonesia, peralatan dan material yang bisa dibeli di dalam negeri (kandungan lokal) paling-paling hanya mencapai maximum 50% dari nilai kontrak. Peralatan yang masih terus menerus diimport sejak saya jadi insinyur (tahun 1981) sampai sekarang (2007) adalah alat-alat mesin bergerak/berputar (rotating) yaitu compressor, pompa, turbine, generator, fans, blower, dll. Tidak ada kemajuan sedikitpun selama 26 tahun, dan tidak ada satupun produsen peralatan-peralatan tersebut di Indonesia yang tumbuh minimal untuk mendominasi market di dalam negeri. Informasi belanja migas per tahun dari Dirjen Migas disebutkan mencapai US $ 9 milyard. Hampir US $ 7.5 milyard merupakan import peralatan dan permesinan. Sayang sekali uang kita dihambur-hamburkan ke luar negeri. Dimanakah peran para Insinyur-Insinyur Mesin Indonesia & korporasi2 di bidang ini ?


PLTU skala kecil & menengah diberi kesempatan maksimal oleh Pemerintah & PLN. Atas dorongan Deprind, Wapres dan semua pihak, akhirnya PLN setuju untuk PLTU 7 MW harus 70% kandungan lokalnya, PLTU 25 MW harus 50 % kandungan lokalnya, dan untuk PLTU 50 MW harus 30 % kandungan lokalnya. PLN sudah memasukan persyaratanpersyaratan tersebut dalam dokumen tendernya. Wapres, Menteri perindustrian dan Meneg BUMN sudah membuat surat dan mendukung secara resmi. Juga bank-bank nasional siap mendanai proyek-proyek tersebut karena kelebihan likuiditas. Namun saat ini fabrikator Boiler, Turbine dan Generator relatif masih kewalahan dan hampir menyatakan tidak sanggup.Turbine manufacturer hanya 1 di Indonesia yaitu NTP dan sanggupnya maximum 7 MW. Untuk membuat generator hanya Pindad yang sanggup, itupun maximum 15 MW. Sedangkan untuk Boiler ada sekitar 4 perusahaan utama dan hanya sanggupnya tipe stocker dengan maximum 15 MW. Padahal PLTU yang akan dibangun ada 34 PLTU dengan nilai sekitar US $ 3 milyard. Sehingga akibatnya sudah dapat ditebak yaitu sebagian besar permesinan akan diimport dari China.

Padahal tahun 1981, Insinyur China masih bertani dan bercocok tanam sedangkan insinyur Indonesia berani bikin pesawat terbang. Kenapa bisa terjadi seperti ini ?. Kecelakaan kereta api - permasalahannya di pembuatan Bogey ITB-77 melalui Yayasan Bhakti Ganesha (YBG) sudah membuat studi tentang kecelakaan kereta api. Penyebab terbesar kecelakaan Kereta api di Indonesia hanya disebabkan karena 2 pareto besar yaitu kereta anjlok dan kereta tabrakan di persimpangan. Setelah diteliti lebih jauh oleh media massa dan para teknisi, penyebab anjloknya kereta api bukanlah karena rel keretanya anjlok tapi karena bogey (tempat dudukan gerbong kereta) banyak yang aus dan rusak. Solusi sederhana saat ini adalah dengan mengurangi kecepatan kereta api 20% supaya bogey tidak anjlok. Pemerintah sudah siap menurunkan dana untuk meningkatkan keselamatan kereta api, namun tidak ada satupun industri di Indonesia yang bisa membuat bogey dengan baik dan cepat. Mungkin akhirnya import lagi.

Kecelakaan pesawat terbang. Rasanya para insinyur mesin Indonesia tidak boleh tinggal diam dengan adanya kecelakaan-kecelakaan pesawat terbang. Dimanakah peran insinyur mesin Indonesia dalam menerapkan sistem-sistem quality control yang selalu dibangga-banggakan di perusahaan-perusahaan minyak. Kenapa kalau korporasikorporasinya milik asing (PSC), insinyur-insinyur Indonesia persis seperti "inlander" dan jadi anak-anak penurut. Tapi kalau pemiliknya orang Indonesia atau perusahaan-perusahaan tersebut perusahaan Indonesia , sepertinya para insinyur Indonesia (khususnya insinyur mesin) kehilangan arah. Kenapa ya bukan insinyur-insinyur mesin yang menapak jenjang level top management di perusahaan-perusahaan maskapai penerbangan. Kenapa orang keuangan, pilot dan angkatan udara yang menduduki pimpinan perusahaanperusahaan penerbangan di Indonesia ?


Saya bisa buat list ini terus semakin panjang dengan daftar import peralatan-peralatan mesin seperti sepeda, sepeda motor, mobil, dll. Fakta-fakta korporasinya. Jika kita melihat industri kimia dan perminyakan di Indonesia, terlihat bahwa pimpinan-pimpinan perusahaannya (direksi dan level menengah) dipegang umumnya oleh para insinyur-insinyur di bidangnya lihat industri pupuk, industri semen, industri kimia, pertamina, pgn, medco, production sharing companies dll.

Juga industri perlistrikan (baik PLN maupun manufaktur peralatan listrik) umumnya dipimpinan pada level
menengah/atas ditentukan kebijakan-kebijakannya oleh para insinyur-insinyur elektro. Juga industri konstruksi bangunan, jalan, pelabuhan dll, umumnya dipimpin oleh para insinyur sipil. Hal serupa juga ditemukan di Industri Telekomunikasi, IT, perbankan dan elektronika. Para spesialis dan teknisi bisa menapak jenjang management & pimpinan perusahaan dan tentunya bisa menerapkan kebijakan dan obsesinya sebagai insinyur.

Tapi coba lihat pimpinan level menengah dan tertinggi di industri-industri permesinan, industri motor, industri mobil, industri pompa, industri compressor dll. Sebagian besar berasal dari non-engineer yang umumnya mementingkan keuntungan dari bekerja sebagai "trader" atau pengambil komisi dari mengimport barang jadi. Pimpinan-pimpinan perusahaan permesinan umumnya datang dari para pemilik perusahaan yang menaruh modal awal atau ditaruh oleh mitra asingnya sebagai perwakilan di Indonesia. Pimpinan-pimpinan seperti ini tidak akan mempunyai inovasi dan keberanian untuk mengambil resiko memproduksi di dalam negeri secara mandiri. Karena kebijakan ini akan bertentangan dengan fungsi mereka yang ditempatkan pada awalnya yaitu menjadi penjual saja. Ini kegalauan saya dan tidak bermaksud untuk mengkritik insinyur mesin. Namun hanya sebagai sebuah introspeksi dari kaca mata yang mungkin salah.


Silahkan tulisan ini diforward ke email/milis-milis lain dan saya ingin mengajak rekan-rekan insinyur mesin untuk diskusi tentang ini. Rasanya sudah saatnya kita menyiapkan insinyur-insinyur mesin Indonesia yang muda-muda dengan penyiapan korporasi-korporasi terkait dengan target-target dalam jangka kurun-kurun waktu yang tertentu. Sebagai contoh, dalam berapa tahun Indonesia bisa membuat pompa air sendiri dan siapa korporasi pembinanya (tahukah anda bahwa pompa air saja kita masih import). Dalam berapa tahun Indonesia akan membuat compressor udara sendiri dan siapa korporasi embinanya, dll.


Ini kegalauan saya. Mohon maaf bila ada yang kurang berkenan.
Let's discuss for Indonesia 's future
Salam,

Triharyo Susilo (Hengki)
Direktur Utama PT. Rekayasa Industri

Komunitas Alumni & Mahasiswa T. Mesin Unsyiah
http://mesin.adfaceh.org Powered by Joomla! Generated: 11 August, 2009, 06:07