Saturday, March 24, 2012

THERMODYNAMICS AND ENERGY


Thermodynamics can be defined as the science of energy. Although everybody has a feeling of what energy is, it is difficult to give a precise definition for it. Energy can be viewed as the ability to cause changes.

The name thermodynamics stems from the Greek words therme (heat) and dynamis (power), which is most descriptive of the early efforts to convert heat into power. Today the same name is broadly interpreted to include all aspects of energy and energy transformations, including power generation, refrigeration, and relationships among the properties of matter.

One of the most fundamental laws of nature is the conservation of energy principle. It simply states that during an interaction, energy can change from one form to another but the total amount of energy remains constant. That is, energy cannot be created or destroyed. A rock falling off a cliff, for example, picks up speed as a result of its potential energy being converted to kinetic energy (Fig. 1–1).



The conservation of energy principle also forms the backbone of the diet industry: A person who has a greater energy input (food) than energy output (exercise) will gain weight (store energy in the form of fat), and a person who has a smaller energy input than output will lose weight (Fig.1–2).



The change in the energy content of a body or any other system is equal to the difference between the energy input and the energy output, and the energy balance is expressed as :


The first law of thermodynamics is simply an expression of the conservation of energy principle, and it asserts that energy is a thermodynamic property. The second law of thermodynamics asserts that energy has quality as well as quantity, and actual processes occur in the direction of
decreasing quality of energy. For example, a cup of hot coffee left on a table eventually cools, but a cup of cool coffee in the same room never gets hot by itself (Fig. 1–3). The high-temperature energy of the coffee is degraded (transformed into a less useful form at a lower temperature) once it is transferred to the surrounding air.



Although the principles of thermodynamics have been in existence since the creation of the universe, thermodynamics did not emerge as a science until the construction of the first successful atmospheric steam engines in England by Thomas Savery in 1697 and Thomas Newcomen in 1712. These engines were very slow and inefficient, but they opened the way for the development of a new science.

The first and second laws of thermodynamics emerged simultaneously in the 1850s, primarily out of the works of William Rankine, Rudolph Clausius, and Lord Kelvin (formerly William Thomson). The term thermodynamics was first used in a publication by Lord Kelvin in 1849. The first thermodynamic textbook was written in 1859 by William Rankine, a professor
at the University of Glasgow.

It is well-known that a substance consists of a large number of particles called molecules. The properties of the substance naturally depend on the behavior of these particles. For example, the pressure of a gas in a container is the result of momentum transfer between the molecules and the walls of the container. However, one does not need to know the behavior of the gas particles to determine the pressure in the container. It would be sufficient to attach a pressure gage to the container. This macroscopic approach to the study of thermodynamics that does not require a knowledge of the behavior of individual particles is called classical thermodynamics. It provides a
direct and easy way to the solution of engineering problems. A more elaborate approach, based on the average behavior of large groups of individual particles, is called statistical thermodynamics. This microscopic approach is rather involved and is used in this text only in the supporting role.

source : Thermodynamics An Engineering Approach Handbooks


Cermin Pendindikan


Ditulis oleh: Prof. Rhenald Kasali (Guru Besar FE UI)

LIMA belas tahun lalu saya pernah mengajukan protes pada guru sebuah sekolah tempat anak saya belajar di Amerika Serikat. Masalahnya, karangan berbahasa Inggris yang ditulis anak saya seadanya itu telah diberi nilai E (excellence) yang artinya sempurna, hebat, bagus sekali. Padahal dia baru saja tiba di Amerika dan baru mulai belajar bahasa.

Karangan yang dia tulis sehari sebelumnya itu pernah ditunjukkan kepada saya dan saya mencemaskan kemampuan verbalnya yang terbatas. Menurut saya tulisan itu buruk, logikanya sangat sederhana. Saya memintanya memperbaiki kembali,sampai dia menyerah.

Rupanya karangan itulah yang diserahkan anak saya kepada gurunya dan bukan diberi nilai buruk, malah dipuji. Ada apa? Apa tidak salah memberi nilai? Bukankah pendidikan memerlukan kesungguhan? Kalau begini saja sudah diberinilai tinggi, saya khawatir anak saya cepat puas diri.

Sewaktu saya protes, ibu guru yang menerima saya hanya bertanya singkat. “Maaf Bapak dari mana?”

“Dari Indonesia,” jawab saya.
Dia pun tersenyum.


BUDAYA MENGHUKUM

Pertemuan itu merupakan sebuah titik balik yang penting bagi hidup saya. Itulah saat yang mengubah cara saya dalam mendidik dan membangun masyarakat.

“Saya mengerti,” jawab ibu guru yang wajahnya mulai berkerut, namun tetap simpatik itu. “Beberapa kali saya bertemu ayah-ibu dari Indonesia yang anak anaknya dididik di sini,”lanjutnya. “Di negeri Anda, guru sangat sulit memberi nilai. Filosofi kami mendidik di sini bukan untuk menghukum, melainkan untuk merangsang orang agar maju. Encouragement! ” Dia pun melanjutkan argumentasinya.

“Saya sudah 20 tahun mengajar. Setiap anak berbeda beda. Namun untuk anak sebesar itu, baru tiba dari negara yang bahasa ibunya bukan bahasa Inggris, saya dapat menjamin, ini adalah karya yang hebat,” ujarnya menunjuk karangan berbahasa Inggris yang dibuat anak saya.

Dari diskusi itu saya mendapat pelajaran berharga. Kita tidak dapat mengukur prestasi orang lain menurut ukuran kita.

Saya teringat betapa mudahnya saya menyelesaikan study saya yang bergelimang nilai “A”, dari program master hingga doktor.

Sementara di Indonesia, saya harus menyelesaikan studi jungkir balik ditengarai ancaman drop out dan para penguji yang siap menerkam. Saat ujian program doktor saya pun dapat melewatinya dengan mudah.

Pertanyaan mereka memang sangat serius dan membuat saya harus benar-benar siap.Namun suasana ujian dibuat sangat bersahabat. Seorang penguji bertanya dan penguji yang lain tidak ikut menekan, melainkan ikut membantu memberikan jalan begitu mereka tahu jawabannya. Mereka menunjukkan grafik-grafik yang saya buat dan menerangkan seterang-terangnya sehingga kami makin mengerti.

Ujian penuh puja-puji, menanyakan ihwal masa depan dan mendiskusikan kekurangan penuh keterbukaan.

Pada saat kembali ke Tanah Air, banyak hal sebaliknya sering saya saksikan. Para pengajar bukan saling menolong, malah ikut “menelan” mahasiswanya yang duduk di bangku ujian.

***

Etika seseorang penguji atau promotor membela atau meluruskan pertanyaan, penguji marah-marah, tersinggung, dan menyebarkan berita tidak sedap seakan-akan kebaikan itu ada udang di balik batunya. Saya sempat mengalami frustrasi yang luar biasa menyaksikan bagaimana para dosen menguji, yang maaf, menurut hemat saya sangat tidak manusiawi.

Mereka bukan melakukan encouragement, melainkan discouragement. Hasilnya pun bisa diduga, kelulusan rendah dan yang diluluskan pun kualitasnya tidak hebat-hebat betul. Orang yang tertekan ternyata belakangan saya temukan juga menguji dengan cara menekan. Ada semacam balas dendam dan kecurigaan.

Saya ingat betul bagaimana guru-guru di Amerika memajukan anak didiknya. Saya berpikir pantaslah anak-anak di sana mampu menjadi penulis karya-karya ilmiah yang hebat, bahkan penerima Hadiah Nobel. Bukan karena mereka punya guru yang pintar secara akademis, melainkan karakternya sangat kuat: karakter yang membangun, bukan merusak.

Kembali ke pengalaman anak saya di atas, ibu guru mengingatkan saya. “Janganlah kita mengukur kualitas anak-anak kita dengan kemampuan kita yang sudah jauh di depan,” ujarnya dengan penuh kesungguhan.

Saya juga teringat dengan rapor anak-anak di Amerika yang ditulis dalam bentuk verbal. Anak-anak Indonesia yang baru tiba umumnya mengalami kesulitan, namun rapornya tidak diberi nilai merah, melainkan diberi kalimat yang mendorongnya untuk bekerja lebih keras, seperti berikut. “Sarah telah memulainya dengan berat, dia mencobanya dengan sungguh-sungguh. Namun Sarah telah menunjukkan kemajuan yang berarti.”

Malam itu saya mendatangi anak saya yang tengah tertidur dan mengecup keningnya. Saya ingin memeluknya di tengah-tengah rasa salah telah memberi penilaian yang tidak objektif.

Dia pernah protes saat menerima nilai E yang berarti excellent (sempurna), tetapi saya mengatakan “gurunya salah”. Kini saya melihatnya dengan kacamata yang berbeda.


MELAHIRKAN KEHEBATAN

Bisakah kita mencetak orang orang hebat dengan cara menciptakan hambatan dan rasa takut? Bukan tidak mustahil kita adalah generasi yang dibentuk oleh sejuta ancaman: gesper, rotan pemukul, tangan bercincin batu akik, kapur, dan penghapus yang dilontarkan dengan keras oleh guru,sundutan rokok, dan seterusnya.

Kita dibesarkan dengan seribu satu kata-kata ancaman: Awas…; Kalau,…; Nanti,…; dan tentu saja tulisan berwarna merah menyala di atas kertas ujian dan rapor di sekolah.

Sekolah yang membuat kita tidak nyaman mungkin telah membuat kita menjadi lebih disiplin. Namun di lain pihak dia juga bisa mematikan inisiatif dan mengendurkan semangat. Temuan-temuan baru dalam ilmu otak ternyata menunjukkan otak manusia tidak statis, melainkan dapat mengerucut (mengecil) atau sebaliknya, dapat tumbuh.

Semua itu sangat tergantung dari ancaman atau dukungan (dorongan) yang didapat dari orang-orang di sekitarnya. Dengan demikian kecerdasan manusia dapat tumbuh, sebaliknya dapat menurun. Seperti yang sering saya katakan, ada orang pintar dan ada orang yang kurang pintar atau bodoh.

Tetapi juga ada orang yang tambah pintar dan ada orang yang tambah bodoh.

Mari kita renungkan dan mulailah mendorong kemajuan, bukan menaburkan ancaman atau ketakutan. Bantulah orang lain untuk maju, bukan dengan menghina atau memberi ancaman yang menakut-nakuti.

MATERIAL TEKNIK DAN SIFAT

1. Ringkasan Dan Pengenalan

Material, orang mungkin katakan, adalah makanan disain. bahasan kali ini akan memberikan menu belanja yang penuh daftar material. Suatu produk sukses yang melaksanakan dengan baik, adalah kebaikan menghargai untuk uang dan memberi kesenangan kepada pemakai, menggunakan material yang terbaik untuk pekerjaan, dan secara penuh memanfaatkan potensi mereka dan karakteristik menerbitkan bumbu mereka, boleh dikatakan. Kelas material- batang-batang rel, polymers, keramik, dan sebagainya- Tetapi tidak ada, pada akhirnya suatu material yang kita mencari merupakan suatu profil kekayaan tertentu.


2 .Kelas Material Teknik

dalah konvensional untuk menggolongkan material rancang-bangun ke dalam enam kelas luas ditunjukkan di dalam:

Gambar 1. batang-batang rel, polymers, elastomers, keramik, gabungan dan kacamata. Anggota dari suatu kelas mempunyai corak bersama-sama kekayaan serupa, rute pengolahan serupa, dan, sering, serupa aplikasi.


Batang-Batang rel sudah moduli secara relatif tinggi. Mereka dapat dibuat kuat oleh campuran logam dan oleh mekanik dan perlakuan bahang, tetapi mereka tinggal dapat dibentuk, membiarkan mereka untuk;menjadi dibentuk oleh kelainan bentuk proses.


High-Strength campuran logam tertentu memantul baja, sebagai contoh sudahkah ductilas sama rendah seperti 2%, tetapi bahkan ini adalah cukup untuk memastikan bahwa hasil material sebelum] mematahkan dan retak itu, manakala terjadi, adalah dari suatu jenis tabah, dapat dibentuk. Sebagian oleh karena ductilas mereka, batang-batang rel adalah mangsa untuk melelahkan dan semua kelas material, mereka adalah paling sedikit yang bersifat menentang ke karatan. kacamata dan Keramik, juga, mempunyai moduli tinggi, tetapi, tidak sama dengan batang-batang rel, mereka rapuh. Mereka ‘ kekuatan’ di dalam tegangan berarti kekuatan retak yang rapuh dalam tekanan adalah kekuatan penghancuran yang rapuh, yang mana sekitar 15 kali lebih besar.


Dan sebab keramik tidak punya ductilas, mereka mempunyai suatu toleransi rendah karena konsentrasi tekanan seperti lubang atau letusan atau untuk kontak tinggi menekankan (pada clamping poin-poin, sebagai contoh). Material dapat dibentuk mengakomodasi konsentrasi tekanan dengan perubahan bentuk dengan cara yang mana membagi-bagi lagi beban lebih datar; dan oleh karena ini, mereka dapat digunakan di bawah beban statis di dalam suatu garis tepi yang kecil dari kuat luluh mereka. kacamata dan Keramik tidak bisa. Material rapuh selalu mempunyai suatu lebar menyebar dalam kekuatan dan kekuatan dirinya]sendiri tergantung pada volume material yang berbeban arus dan waktu di mana itu diterapkan. Maka keramik adalah tidak sebagai mudah untuk mendisain dengan sebagai batang-batang rel. Di samping ini, mereka mempunyai corak menarik. Mereka kaku, keras dan abrasion-resistant karenanya penggunaan mereka untuk yang bearing dan memotong perkakas; mereka mempertahankan kekuatan mereka ke temperatur tinggi; dan mereka menentang karatan dengan baik. Mereka harus diperlakukan sebagai suatu kelas material rancang-bangun penting.


Polymers dan elastomers adalah di akhir lain dari spektrum. Mereka mempunyai moduli rendah, dengan kasar maka kurang dari perihal batang-batang rel, tetapi mereka dapat kuat- hampir sekuat batang-batang rel. Konsekwensi ini adalah pembelokan yang elastis itu dapat besar. Mereka merangkak, bahkan pada suhu-kamar, arti yang suatu polymer komponen yang berbeban arus boleh, dengan waktu, memperoleh suatu yang di-set permanen. Dan mereka kekayaan tergantung pada temperatur sedemikian sehingga suatu polymer yang mana adalah tabah dan fleksibel pada 20°C mungkin rapuh di 4°C dari suatu rumah tangga lemari es, sekalipun begitu merangkak dengan cepat di 100°C air mendidih. Sama sekali tidak sudahkah kekuatan bermanfaat di atas 200°C. Jika aspek ini dipertimbangkan untuk di disain, keuntungan polymers dapat dimanfaatkan. Dan di sana adalah banyak. Kapan kombinasi kekayaan, seperti strengthper unit-weight, penting, polymers adalah batang-batang rel boleh dikatakan. Mereka mudah untuk bentuk: diper;rumit komponen yang melakukan/menyelenggarakan beberapa fungsi dapat dicetak dari suatu polymer dalam operasi tunggal. Yang besar pembelokan elastis mengijinkan perancangan polymer komponen yang mana menggigit bersama-sama, membuat perakitan puasa dan murah. Dan dengan dengan teliti perekat adalah adonan/cetakan jamur dan pre-colouring polymer, tidak ada penyelesaian operasi diperlukan. Polymers adalah karatan bersifat menentang, dan mereka mempunyai koefisien gesek rendah. Disain kebaikan memanfaatkan kekayaan ini.


Gabungan berkombinasi kekayaan menarik dari kelas material yang lain sedang menghindarkan beberapa tentang kelemahan mereka. Mereka adalah cahaya, kuat dan kaku, dan mereka dapat yang tabah. Kebanyakan menyangkut gabungan pada menyajikan tersedia untuk insinyur mempunyai suatu polymer acuan matriks- epoxy atau polyester, pada umumnya- yang diperkuat dengan serat gelas atau kaca, karbon atau Kevlar. Mereka tidak bisa digunakan di atas 250°C sebab polymer matriks mengurangi, tetapi pada suhu-kamar capaian mereka dapat terkemuka. Komponen gabungan adalah mahal dan mereka secara relatif sukar untuk membentuk dan menggabung. Maka di samping kekayaan yang menarik mereka adalah perancang akan menggunakan mereka hanya ketika capaian yang ditambahkan membenarkan biaya yang ditambahkan itu.


Penggolongan Gambar 1 mempunyai jasa pengelompokan bersama-sama material yang mana mempunyai beberapa commonalty dalam kekayaan, pengolahan dan penggunaan. Tetapi itu mempunyai bahaya nya, yang khususnya perihal spesialisasi ahli logam yang tidak mengetahui apapun polymers dan tentang pemikiran konservatif kita akan menggunakan baja sebab kita sudah selalu menggunakan baja. Di dalam bab kemudiannya yang kita menguji kekayaan rancang-bangun material dari suatu perspektif berbeda, membandingkan kekayaan ke seberang semua kelas material. Adalah yang pertama masuk mengembang;kan kebebasan untuk pemikiran bahwa kebutuhan perancang.


Sumber : Material Selections in Mechanical Design