Thursday, March 12, 2009

Kriminalitas Menjelang Pemilu di Aceh

Banda Aceh - Achehnese Civil Society Task Force (ACSTF) bekerja Sama dengan Kontras Aceh dan Institute for Defense Security and Peace Studies (IDSPS) menggelar acara Seminar Sehari yang bertemakan Kriminalitas Menjelang Pemilu serta mencari solusi guna menuju Pemilu Damai yang berlangsung Rabu(11/03) di Ruang Pertemuan Chaya Sultan Hotel Banda Aceh.

Seminar ini diisi oleh KOMBES Pol. Drs. H. S. Maltha yang merupakan Dis RESKRIM Polda Nanggroe Aceh Darussalam mengenai kesiapan Polda Aceh pada Pemilu 2009 ini. Dalam seminar ini S. Maltah mengatakan “Jumlah polisi di Aceh 11.000 personil. Pihak Reskrim mencoba memecahkan 16 jenis kasus pidana Pemilu yang sudah muncul dan mewarnai benang hitam untuk Pemilu di Aceh. Dimana kesemua Pelaku dalam kasus tersebut masih tidak jelas, cara mereka menciptakan kasus secara umum sangat terlatih bahkan terorganisir. Misalnya , permasalahan yang sering didapatkan dalam kasus, belum jelas bagaimana bentuk investigasinya, pada pengeboman granat sebagai barang bukti tidak memiliki nomor registrasi, sehingga ini menjadi handicamnya buat pihak Reskrim, kebanyakan dari kasus untuk pembuktiannya harus menunggu waktu ini “scientific crime”. Kondisi lain, Community Policing, maling teriak maling, dan pada jam-jam tertentu selalu mendapatkan kasus pengeboman yang tidak memakan korban jiwa. Loosing information, linmas, polisi, dan tempat saling “umpet-umpetan”. Harapannya, supaya kita tidak pesimis, karena SDM kepolisian meningkat, tentunya dengan kasus yang bisa diselesaikan hanya 50% dan ini membuat kuantitas saya setuju bahwa, kepolisian masih minim. Dan harapan terbesar saya, pihak reskrim bersama dengan masyarakat dapat mengungkap siapa dalang terbesar dari kasus-kasus yang selama ini meresahkan masyarakat Aceh.”

S. Maltha juga menambahkan “ seharusnya kita mengajak masyarakat dan calon legistlatif dari daerah-daerah yang selama ini menjadi tempat maraknya kriminalitas,agar bersama-sama kita menjaga daerah tersebut. Menjaga kemanaan memang tugas polisi tetapi, sudah sepatutnya masyarakat ikut menjaga keamanan didaerahnya masing-masing, dan kita akan menindak tegas pelanggaran pidana yang terjadi pada masa pemilu setelah diserahkan kepada Badan pengawas Pemilu Aceh” ujarnya.

Seminar sehari ini juga diisi oleh Pemateri dari Ketua Badan Pengawas Pemilu Aceh Nyak Arif fadilah mengatakan, sangat sulit mengadakan pengawasan terhadap pelanggaran-pelanggaran yang terjadi karena tahapan-tahapan pemilu sudah berjalan, pengawasan adalah konteks partisipasi masyarakat sesuai dengan yang berlaku. Demokrasi politik merupakan proses meningkatkan partisipasi masyarakat dalam berpesta demokrasi. Pemilu bukan peralihan kekuasaan dari satu rezim ke rezim lain. Karena arti berdemokrasi sendiri adanya partisipasi masyarakat, sedangkan tugas Panwaslu adalah dalam konteks pelangaraan, menerima laporan, sertan menemukan bukti pelangagaran adalah strategi dan menindaklanjutinya,” kata Nyak Arif fadila ini.

Semua pelanggaran yang terjadi akan ditindaklajuti dan sesuaikan dengan bentuk pelanggarannya, apabila pelanggaran yang terjadi itu adalah, pelanggaran tindakan Pidana maka pelanggaran itu akan diserahkan kepada Polri selaku pihak keamanan yang menjaga keamanan pemilu 2009. Sosialisasi pemilu merupakan, bukan kewajiban dari Panwaslu tapi adalah kewajiban dari Komite Independen Pemilihan (KIP) Aceh ” tambahnya.

Nyak Arif juga menambahkan pada Tahapan Pemilu sudah lewat, berkaitan dengan data pemilih, harus diperhatikan adanya data Pemilu tambahan. DPT sudah ada, 60000-an tambahan pemilih di Aceh. Panwas berusaha, sesuai dengan mekanisme, supaya tidak ada pengerahan massa dari dapil tertentu. Jumlah pemilih ditambah 2 % (cadangan) dan ditambah 1000, untuk mengantisipasi terjadinya pemilihan ulang. Karena tahapan molor, dalam surat KIP ada instruksi dari KIP kabupaten/kota untuk berhubungan langsung dengan posko logistic di Jakarta jika ada losgistic yang kurang kemudian ada juga sura suara rusak. Perlengkapan dan distribusi masih menjadi soal. Kita ingin menepis chaos dan pertanyaan ada pemilu atau tidak. “

Tidak hanya Panwaslu seminar ini diisi juga oleh pemateri Mufti Makaarim yang mengatakan “Pemilu itu apa dan membawa mekanisme apa, pemilu itu mengandung asas di UU no. 22 tahun 2007 dan itu menjadi satu prasyarata parlementer, dan itu sudah menjadi bunga-bunga dan out dibuat perdagagan dan pengawasan pemiludan penilaian pemilunya. Ada tolenrasni untuk membuat kita maksimal dan mentolerir kita yang maksimal”.

Mufti juga menambahkan “mengenai Program Polmas, dimana sejak awal masyarakat mengerti Pemilu yang ada dibenak masyarakat bukan persoalan menang dan kalah, ada hal lain yang bisa dipelajari dari Pemilu, baik kalah dan menang. Tentunya, hal ini parallel dengan Aceh sebagai model penyelesaian moderat dari penyelesaian konflik, pastinya ada Negara-negara lain yang bisa kita ambil contohnya seperti Inggris dan Kanada”.

Pemateri ke-4 dari Seminar ini adalah Djuanda M. Jamal yang menyampaikan materi tentang tanggapan CSO dalam menyikapi intimidasi dan kriminalitas menjelang pemilu 2009. Seharusnya, pemerintah Aceh bisa menginisiasi pengembangan/pembentukan suatu situasi yang kondusif. Dengan menjadikan Momentum rehabilitasi dan Rekontruksi sebagai batu loncatan untuk maju. Dan bagaimana menjadikan Pemilu 2009 , Ini untuk kontribusi pengembangan struktur politik nasional dengan adanya contoh Partai Politik Local yang menjadi peserta pemilu 2009.

Seminar sehari ini sendiri dihadiri sekitar 30 orang peserta yang terdiri dari lsm, mahasiswa, tokoh masyarakat dan juga perwakilan dari partai-partai yang menjadi peserta pemilu 2009 ini. (putra)

0 komentar:

Post a Comment